Swasta Kurangi Pinjaman, Utang Luar Negeri Turun Jadi Rp 6.034 T
Bank Indonesia melaporkan posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal II 2021 tercatat US$ 415,1 miliar atau setara Rp 6.034 triliun berdasarkan kurs Jisdor periode tersebut. Posisi utang ini turun 0,1% dibandingkan kuartal sebelumnya, tetapi tumbuh 1,9% secara tahunan.
"Perkembangan tersebut didorong oleh perlambatan pertumbuhan ULN Pemerintah dan kontraksi ULN swasta," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resminya, Senin (18/8).
Posisi ULN Indonesia terdiri atas ULN pemerintah dan bank sentral serta ULN Swasta. ULN Pemerintah hingga akhir Juni tercatat US$ 205.03 miliar atau setara Rp 2.981 triliun. Utang ini naik 4,3% secara tahunan, lebih lambat dibandingkan pertumbuhan tahunan kuartal I 2021 sebesar 12,6%.
Erwin mengatakan, perlambatan pertumbuhan ULN disebabkan oleh penurunan posisi pinjaman luar negeri seiring dengan pelunasan atas pinjaman yang jatuh tempo selama periode April hingga Juni 2021. Di sisi lain, aliran modal asing yang masuk ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik juga meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya, mengindikasikan likuiditas pasar SBN domestik membaik seiring meningkatnya kepercayaan investor asing.
ULN Pemerintah sebagian besar dipakai untuk membiayai beberapa kebutuhan, antara lain sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang mencakup 17,8% dari total ULN Pemerintah. Selain itu, ULN yang dipakai untuk sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 17,2%, sektor jasa pendidikan 16,4%, sektor konstruksi 15,4%, serta sektor jasa keuangan dan asuransi 12,6%.
Erwin juga memastikan posisi ULN pemerintah saat ini masih berada di zona terkendali. "Posisi ULN Pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN Pemerintah." ujarnya.
Adapun utang Bank Sentral hingga akhir Juni tercatat US$ 2,83 miliar atau setara Rp 40,7 triliun. Nilainya naik tipis dari posisi akhir kuartal pertama sebesar US$ 2,82 dan naik 3% secara tahunan dari posisi akhir Juni 2020 sebesar US$ 2,75 miliar.
Sementara itu, BI melaporkan, ULN swasta turun dari kuartal sebelumnya, baik secara nominal maupun pertumbuhan tahunan. Posisi ULN swasta hingga akhir Juni tercatat US$ 207,2 miliar atau setara Rp 3.013 triliun, turun 0,8% dari posisi akhir Maret US$ 208,8 miliar.
ULN swasta pada akhir kuartal II 2021 mengalami kontraksi sebesar 0,5% secara tahunan, turun dari pertumbuhan positif 2,6% secara tahunan pada kuartal I 2021.
Penurunan ULN swasta didorong kontraksi pertumbuhan ULN lembaga keuangan sebesar 6,8% secara tahunan. Nilainya terkontraksi lebih dalam dari kontraksi kuartal sebelumnya sebesar 6,7%. Selain itu, pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan juga melambat, hanya tumbuh 1,3% dibandingkan pertumbuhan kuartal sebelumnya 5,4%.
Berdasarkan sektornya, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan. Empat sektor tersebut mencakup 76,3% dari total ULN swasta. Selain itu, ULN tersebut masih didominasi oleh ULN jangka panjang dengan porsi mencapai 76,7% terhadap total ULN swasta.
Erwin mengatakan, struktur ULN Indonesia yang terdiri atas ULN pemerintah dan bank sentral serta swasta masih tetap sehat dan terkendali. Hal ini terindikasi dari rasio terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 37,5%, turun dari kuartal I 2021 yang menyentuh 39% terhadap PDB. Selain itu, struktur ULN Indonesia juga masih didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 88,4% dari total ULN.