Bayar Dividen dan Utang, Neraca Pembayaran Defisit US$ 450 Juta
Bank Indonesia mencatat neraca pembayaran Indonesia pada kuartal kedua tahun ini kembali defisit sebesar US$ 450 juta, setelah surplus besar pada kuartal sebelumnya mencapai US$ 4,1 miliar. Defisit neraca pembayaran disebabkan oleh membengkaknya defisit neraca transaksi berjalan akibat musim pembayaran dividen dan anjloknya surplus neraca transaksi finansial.
Kepala Departemen Komunikasi Erwin Haryono menjelaskan, neraca pembayaran dibentuk oleh neraca transaksi berjalan dan neraca modal dan finansial. Neraca transaksi berjalan pada kuartal kedua tahun ini mencatatkan defisit US$ 2,2 miliar atau 0,8% terhadap produk domestik bruto, sedangkan neraca transaksi modal dan finansial surplus US$ 1,9 miliar dolar atau 0,7% terhadap PDB.
"Defisit transaksi berjalan meningkat dibandingkan dengan defisit sebesar US$ 1,1 miliar atau 0,4% dari PDB pada kuartal sebelumnya," ujar Erwin dalam keterangan pers, Jumat (20/8).
Erwin menjelaskan, kinerja neraca transaksi berjalan sebenarnya tertolong oleh surplus neraca barang yang mencapai US$ 8,1 miliar, naik dibandingkan kuartal sebelunya. Ini didukung oleh kenaikan ekspor di tengah kenaikan impor. Namun, defisit neraca pembayaran primer melebar dari US$ 6,75 miliar menjadi US$ 8,71 miliar.
"Defisit neraca pendapatan primer meningkat akibat kenaikan pembayaran imbal hasil investasi berupa dividen seiring perbaikan kinerja korporasi pada periode laporan, " katanya.
Erwin juga menjelaskan, defisit neraca jasa juga meningkat dari US$ 3,37 miliar menjadi US$ 3,6 miliar. Ini antara lain disebabkan oleh defisit jasa transportasi yang melebar akibat peningkatan pembayaran jasa freight impor barang.
Sementara itu, transaksi modal dan finansial masih mencatatkan surplus US$ 1,9 miliar, meski anjlok dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai US$ 5,54 miliar. Surplus transaksi modal dan finansial masih ditopang oleh aliran masuk neto (net inflows) investasi langsung yang meningkat menjadi US$ 5,3 miliar, terutama dalam bentuk ekuitas.
"Net inflows investasi portofolio tetap terjagaUS$ 4,4 miliar dolar AS, meski sedikit turun dari US$ 4,9 miliar pada kuartal sebelumnya sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih berlangsung," kata Erwin.
Sementara itu, defisit transaksi investasi lainnya melonjak dari US$ 3,64 miliar menjadi US$ 7,85 miliar. " Ini karena kenaikan pembayaran pinjaman luar negeri yang jatuh tempo," ujar Erwin.
Bank Indonesia melaporkan posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal II 2021 tercatat US$ 415,1 miliar atau setara Rp 6.034 triliun berdasarkan kurs Jisdor periode tersebut. Posisi utang ini turun 0,1% dibandingkan kuartal sebelumnya, tetapi tumbuh 1,9% secara tahunan.
Posisi ULN Indonesia terdiri atas ULN pemerintah dan bank sentral serta ULN Swasta. ULN Pemerintah hingga akhir Juni tercatat US$ 205.03 miliar atau setara Rp 2.981 triliun. Utang ini naik 4,3% secara tahunan, lebih lambat dibandingkan pertumbuhan tahunan kuartal I 2021 sebesar 12,6%.
Erwin mengatakan, perlambatan pertumbuhan ULN disebabkan oleh penurunan posisi pinjaman luar negeri seiring dengan pelunasan atas pinjaman yang jatuh tempo selama periode April hingga Juni 2021. Di sisi lain, aliran modal asing yang masuk ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik juga meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya, mengindikasikan likuiditas pasar SBN domestik membaik seiring meningkatnya kepercayaan investor asing.
Sementara itu, BI melaporkan, ULN swasta turun dari kuartal sebelumnya, baik secara nominal maupun pertumbuhan tahunan. Posisi ULN swasta hingga akhir Juni tercatat US$ 207,2 miliar atau setara Rp 3.013 triliun, turun 0,8% dari posisi akhir Maret US$ 208,8 miliar. ULN swasta pada akhir kuartal II 2021 mengalami kontraksi sebesar 0,5% secara tahunan, turun dari pertumbuhan positif 2,6% secara tahunan pada kuartal I 2021.
Penurunan ULN swasta didorong kontraksi pertumbuhan ULN lembaga keuangan sebesar 6,8% secara tahunan. Nilainya terkontraksi lebih dalam dari kontraksi kuartal sebelumnya sebesar 6,7%. Selain itu, pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan juga melambat, hanya tumbuh 1,3% dibandingkan pertumbuhan kuartal sebelumnya 5,4%.