DPR Soroti Membengkaknya Beban Bunga Utang dalam 10 Tahun Terakhir

Abdul Azis Said
13 September 2021, 15:12
utang, utang pemerintah, dpr
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.
Ilustrasi. Rapat Banggar DPR RI pada Senin (13/9), antara lain menyepakati besaran pembiayaan utang dalam APBN tahun depan Rp 973,5 triliun.

Pemerintah akan membayar bunga utang sebesar Rp 405,9 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN 2022). Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyoroti rasio bunga utang terhadap pendapatan negara yang terus membengkak dalam satu dekade terakhir.

"Kami sadari bersama bahwa rasio pembayaran (bunga utang) sebesar 7,51% pada 2012 terus meningkat saat ini dan  diperkirakan mencapai 22,05% terhadap pendapatan 2022," ujar Kepala Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah dalam Rapat Panitia Kerja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan Anggaran RAPBN 2022, Senin (13/9).

Advertisement

Said mengatakan, rasio pembayaran bunga utang terhadap penerimaan negara pada tahun ini yang menyentuh 19,06% dari pendapatan  hampir dua kali lipat dari rasio yang disarankan Dana Moneter Internasional (IMF) 7%-10%. Ini juga bahkan tiga kali lebih besar dari batas aman yang disarankan International Debt Relief 4,6%-6,8% 

Ia juga menyoroti rasio utang pemerintah terhadap penerimaan yang melampaui rekomendasi dua lembaga tadi. Rasio utang pemerintah saat ini mencapai 369% terhadap pendapatan negara, jauh di atas ambang batas maksimal yang direkomendasikan IMF 90%-150% dan International Debt Relief 92%-167%.

Untuk itu, menurut dia, DPR akan meminta pemerintah untuk memasukkan roadmap pembiayaan utang ke dalam undang-undang APBN 2022. Dia  menyarankan pemerintah bisa menggunakan referensi dari IMF maupun International Debt Relief yang bukan hanya membandingkan rasio utang dan bunga utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tetapi juga terhadap penerimaan negara. 

Roadmap kebijakan pembiayaan utang juga harus mencakup upaya untuk mengurangi ktergantungan pembelian SBN dari perbankan dan Bank Indonesia (BI).  Ia menilai, kepemilikan bank yang sangat besar dalam Surat Berharga Negara (SBN) hanya akan mengurangi peran industri perbankan untuk memberikan likuiditas ke sektor riil. 

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement