Pajak Sembako Berpotensi Tambah Penerimaan Negara Rp 15,85 Triliun

Abdul Azis Said
17 September 2021, 17:59
pajak sembako, sembako, pajak, ppn sembako, ppn
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.
Ilustrasi. Pemerintah memastikan PPN sembako hanya akan diberlakukan untuk jenis sembako yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi.

Pemerintah memasukkan bahan pokok sebagai objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang tengah dibahas di DPR. Pajak sembako berpotensi menambah penerimaan negara  mencapai Rp 15,85 triliun jika diterapkan tahun depan. 

Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menjelaskan, studi Kementerian Keuangan yang termuat dalam naskah akademik RUU KUP menyebutkan bahwa penerapan PPN sembako berpotensi menambah penerimaan negara Rp 15,85 triliun pada tahun depan. Ini berdasarkan perhitungan dengan asumsi tarif 5%, atau terendah dari skema multitarif PPN yang baru diusulkan yakni 5%-25%.

Advertisement

Masih mengutip dokumen tersebut, Fajri juga menyebut potensi belanja perpajakan pada tahun depan untuk produk sembako mencapai Rp 31,17 triliun dengan asumsi tarif saat ini sebesar 10%. Proyeksi-proyeksi tersebut diolah berdasarkan berlanja perpajakan tahun 2019 dan pertumbuhan rata-ratanya 2,7% per tahun.

Ia pun menilai langakah pemerintah memperluas objek PPN dengan memasukkan sembako merupakan bentuk evaluasi atas implementasi fasilitas perpajakan yang sudah diberikan selama ini. Pemerintah telah kehilangan potensi penerimaan negara hingga Rp 29,9 triliun pada 2019 dari pengecualian sembako kena PPN.

Fajri mengatakan, tak sedikit dari fasilitas PPN sembako yang dinikmati orang kaya. Hal ini, menurut dia, sudah dibuktikan dengan hasil riset Bank Dunia yang mengungkap bahwa fasilitas PPN pada jenis sembako meningkatkan ketimpangan.

"Selama ini yang kita tidak sadari bahwa mereka (orang kaya) juga menikmati fasilitas PPN," kata Fajry kepada Katadata.co.id, Kamis (16/9).

Fajry juga mengatakan ekstensifikasi objek PPN bukan hanya menyasar sembako melainkan banyak barang atau jasa yang selama ini sudah dikecualikan dari pajak. Ia mencontohkan, sektor jasa keuangan dan jasa asuransi serta barang tambang. Namun, fasilitas PPN untuk batu bara sudah dihapus lebih dulu melalui UU Ciptakerja.

Terkait adanya potensi kenaikan harga sembako akibat pengenaan PPN, Fajry menilai dampak tersebut masih perlu pengkajian lebih lanjut. Hal ini karena kebutuhan pokok bagi masyarakat berpenghasilan tinggi dan masayarakat menengah bawah berada di pasar yang berbeda. "Kalaupun ada substitution effect, rasanya akan kecil terjadi. Itupun sebenarnya akan dapat diatasi dengan solusi administrasi," kata Fajry.

Menurut dia, masyarakat menengah bawah cenderung membeli bahan pangan melalui pedagang eceran. Sementara jenis usaha ini umumnya memiliki omzet di bawah Rp 4,8 miliar, atau di luar syarat Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dengan demikian, tidak ada tambahan biaya yang dibebankan kepada pengusaha yang berpotensi menimbukan kenaikan biaya yang dibebankan pada konsumen menengah bawah. 

Namun, Peneliti CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet justru menilai ada potensi kenaikan inflasi jika bahan pokok dikenakan PPN kendati terbatas pada jenis barang yang dikonsumsi masyarakat menengah atas. Rendy mengatakan, pasar selama ini berjalan tidak sempurna dengan adanya ketimpangan antargolongan. "Sehingga estimasi yang dibuat pemerintah berpotensi gagal memenuhi harapan," kata dia. 

Selain itu, kebijakan pemerintah juga tampaknya belum memperhitungkan kompleksitas perilaku pasar. Dia mencontohkan, pengenaan PPN untuk daging premium akan mendorong kenaikan harga komoditas tersebut. Namun permintaannya mungkin tidak akan meningkat karena pembelinya berasal dari kelas atas.

Situasi tersebut, menurut dia, dapat mendorong pedagang daging jenis lain ikut menaikkan harga. "Ini hanya satu komoditas, kita belum bicara misalnya sayur premium atau buah premiun, yang pada ujungnya bisa memberikan efek inflationary kepada barang kebutuhan pokok lainnya," kata Yusuf kepada Katadata.co.id.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement