RUU HPP Disahkan: Skema Multitarif Batal, Tarif PPN Naik Jadi 11-12%

Abdul Azis Said
7 Oktober 2021, 13:39
tatif PPN, multitarif, tarif pajak, ppn
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Ilustrasi. Tarif PPN akan naik bertahap menjadi 11% pada April 2022 dan 12% pada Januari 2025.

Pemerintah batal memberlakukan skema multitarif yang semula akan diatur dalam Rancangan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP). Namun, pemerintah akan menaikkan tarif PPN menjadi 11% pada tahun depan dan 12% pada 2025.

Hal ini diatur dalam RUU HPP yang telah disahkan DPR pada hari ini, Kamis (7/10). "Pemerintah memahami aspirasi masyarakat melalui fraksi-fraksi di DPR bahwa penerapan multitarif PPN akan menyebabkan cost of complience dan menimbulkan postensi dispute, maka disepakati sistem PPN tetap menerapkan tarif tunggal," ujar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 202-2022, Kamis (7/10).

Advertisement

Keputusan ini berubah dari kesepakatan dalam rapat kerja Komisi XI dan Kementerian Keuangan akhir bulan lalu. Dalam pertemuan saat itu, salah satu poin yang disetujui yakni akan diberlakukan skema multitarif.

Berdasarkan BAB tentang PPN dalam draft RUU HPP yang diterima Katadata.co.id,  pemerintah juga akan memberlakukan opsi tarif 5%-15%, selain menerapkan tarif umum. Dengan demikian, barang dan jasa tertentu dapat dikenakan tarif lebih besar atau lebih kecil dari tarif umum yang ditetapkan dengan rentan 5%-15%.

Meski skema multitarif batal diterapkan, Yasonna memastikan pemerintah tetap menaikkan tarif PPN. Tarifnya akan dinaikkan secara bertahap, dari saat ini 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 dan 12% pada 1 Januari 2025.

"Ini dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat dan dunia usaha yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19," kata Yasonna.

Yasonna menyebut, keputusan pemerintah untuk tetap menaikkan tarif PPN lantaran tarif yang dikenakan Indonesia saat ini  lebih kecil dibanding banyak negara lain di Asia.  Ia membandingkan dengan Filipina yang memiliki PPN 12%, Cina 13%, Arab Saudi 15%, Pakistan 17% serta India 18%. Selain itu rata-rata PPN dunia saat ini sebesar 15,4%.

Namun, rencana kenaikan tarif PPN ini menjadi salah satu magnet perdebatan selama perumusan UU HPP ini. Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad menilai kenaikan tarif PPN tidak menjamin mampu mendongkrak penerimaan negara. Pasalnya, efektivitas penerimaan PPN tak melulu bergantung pada besar kecilnya tarif.

"Ini juga bagaimana penguatan basis penerimaan PPN itu sendiri, ambang batasnya," kata Tauhid dalam Dikusi Publik Menakar Untung Rugi RUU HPP yang digelar INDEF, Rabu (6/10).

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement