136 Negara Sepakat Pajak Minimum Korporasi 15%, Incar Google-Facebook
Sebanyak 136 negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan (OECD) dan G20 menyepakati perjanjian global pengenaan pajak minimum 15% terhadap perusahaan multinasional besar. Aturan yang disepakati juga mengharuskan perusahaan membayar pajak di negara tempat mereka melakukan bisnis.
Estonia, Hungaria dan Irlandia bergabung dalam perjanjian ini pada Kamis (7/10). Sebanyak 136 negara yang menandatangani perjanjian internasional ini mewakili lebih dari 90% dari PDB global. Namun, empat negara yang berpartisipasi dalam pembicaraan yakni Kenya, Nigeria, Pakistan dan Sri Lanka belum bergabung dalam kesepakatan ini.
Initiatif pengenaan pajak minimum global datang dari pemerintah Amerika Serikat di bawah pimpinan Joe Biden pada awal tahun ini dalam forum tujuh negara dengan ekonomi terbesar atau G7. Inisiatif ini berlanjut dalam forum G20 dan kemudian OECD yang menghasilkan kesepakatan awal pada Juli lalu.
Irlandia menjadi salah satu negara yang sempat menolak kesepakatan ini pada Juli karena memiliki tarif pajak perusahaan sebesar 12,5%. Faktor utama pajak rendah di negara ini bertujuan membujuk perusahaan seperti Facebook (FB), Apple (AAPL) dan Google (GOOGL) untuk menempatkan kantor pusat mereka di negara tersebut.
"Perjanjian hari ini akan membuat pengaturan pajak internasional kami lebih adil dan bekerja lebih baik. Ini adalah kemenangan besar bagi multilateralisme yang efektif,” kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann pada Jumat (8/10) waktu setempat seperti dikutip dari CNN.
Irlandia menyepakati perjanjian setelah dilakukan perubahan dari Rencanakan awal, yakni tarif minimal 15% tidak akan dinaikkan di kemudian hari dan usaha kecil tidak akan terkena tarif baru.
"Ini akan memberikan kepastian penting bagi pemerintah dan industri yang akan memberikan stabilitas dan kepastian jangka panjang bagi bisnis dalam konteks keputusan investasi,” ujar Menteri Keuangan Irlandia Paschal Donohoe,
Tarif baru akan berlaku untuk 1.556 perusahaan multinasional yang berbasis di Irlandia, mempekerjakan sekitar 400.000 orang. Namun, lebih dari 160.000 bisnis yang menghasilkan pendapatan tahunan kurang dari €750 juta ($867 juta) dan mempekerjakan sekitar 1,8 juta orang masih akan dikenakan pajak sebesar 12,5%.
"Saya yakin Irlandia akan tetap kompetitif di masa depan, dan kami akan tetap menjadi lokasi yang menarik dan 'terbaik di kelasnya' ketika perusahaan multinasional mencari lokasi investasi," kata Donohoe.
Di samping tarif pajak perusahaan minimum, pakta tersebut mencakup ketentuan yang memastikan bahwa perusahaan multinasional membayar pajak di mana mereka menghasilkan penjualan dan keuntungan, bukan hanya di mana mereka memiliki kehadiran fisik. Klausul ini akan memberikan konsekuensi besar bagi perusahaan teknologi seperti Google dan Amazon (AMZN), yang telah mengumpulkan keuntungan besar di negara-negara di mana mereka membayar pajak yang relatif kecil.
OECD mengharapkan implementasi perjanjian akan dimulai pada 2023. Namun, meski Irlandia dan negara lainnya kini sudah memberikan kesepakatan, implementasi pajak minimum ini masih harus melalui revisi undang-undang di masing-masing negara.
"Seperti Perjanjian Paris tentang iklim, menerapkan pakta itu akan terbukti secara signifikan lebih menantang," demikian tertulis dalam riset analis di konsultan risiko politik Eurasia Group dalam sebuah catatan pekan ini.
Perkiraan Eurasia Group, implementasi kebijakan ini akan sulit diterapkan di Amerika Serikat yang merupakan inisiator ketentuan pajak minimum perusahaan. Perjanjian ini perlu diratifikasi melalui dua pertiga mayoritas di Senat AS, yang menjadi mustahil karena memungkinkan negara-negara asing untuk mengenakan pajak kepada perusahaan-perusahaan AS.
Mereka juga menilai Amerika Serikat tidak mungkin mempertimbangkannya hingga tahun 2025. Namun, para menteri keuangan Eropa berharap Menteri Keuangan Janet Yellen dapat mendorong implementasi kebijakan ini di AS secara cepat melalui jalan pintas legislatif.
“Skenario itu tetap tidak mungkin dan jika mungkin, itu tidak akan terwujud sampai setelah pemilihan presiden berikutnya," kata Eurasia Group.
Implementasi yang tertunda oleh Washington pada gilirannya dapat memperpanjang pajak digital pada perusahaan teknologi AS yang diperkenalkan oleh negara-negara Eropa seperti Prancis. Ini bahkan dapat memicu adopsi pungutan digital di tingkat Uni Eropa, memicu pertikaian perdagangan antara Amerika Serikat dan Eropa.
"Implementasi kesepakatan OECD juga akan menjadi penentu kemampuan UE-AS untuk meningkatkan upaya yang sedang berlangsung tetapi kontroversial untuk berkolaborasi di sejumlah masalah perdagangan dan teknologi," kata analis Eurasia.