Komisi XI DPR Loloskan RUU HKPD, Utang Negara Dikhawatirkan Naik

Abdul Azis Said
23 November 2021, 21:54
utang, utang negara, utang pemerintah, RUU HKPD
Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. PKS menilai terdapat pasal dalam RUU HKPD yang berpeluang mendorong pemerintah daerah berhutang lebih banyak, sehingga akan membebankan keuangan negara.

Komisi XI DPR RI sepakat meloloskan Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (RUU HKPD) dalam rapat kerja hari ini, (23/11). Kendati demikian, fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak beleid ini dengan berbagai alasan, mulai dari potensi kenaikan utang negara hingga ancaman terhadap otonomi daerah.

Perwakilan Fraksi PKS Anis Byarwati di depan anggota Komisi XI DPR RI dan perwakilan pemerintahan yakni Kementerian Keuangan menolak poin-poin dalam RUU HKPD. Ia menilai terdapat pasal dalam RUU HKPD yang berpeluang mendorong pemerintah daerah berutang lebih banyak, sehingga akan membebankan keuangan negara.

"Pada gilirannya pembiayaan dengan obligasi daerah akan meningkatkan utang pemerintah secara keseluruhan sehingga akan meningkatkan beban negara yang akan ditanggung anak cucu kita," kata Anis dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama Kementerian Keuangan, Selasa (23/11).

Ia mempertanyakan kemampuan pemerintah nantinya mengelola utang daerah melihat kondisi utang pemerintah dan BUMN yang masih terus membengkak.  Menurut dia, pemerintah pusat semestinya bisa memberi alternatif lain dengan meningkatkan pendapatan asli daerah ketimbang membolehkan daerah menumpuk utang. Hal ini karena daerah cenderung memiliki fiskal yang terbatas dan selama ini sangat mengandalkan anggaran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD).

Selain perkara utang, keberatan lain yang disampaikan Anis yakni potensi adanya re-sentralisasi yang kemudian berpotensi merenggut kewenangan daerah atas otonomi daerah. Ini kata dia terlihat dari poin-poin dalam RUU HKPD yang memungkinkan pemerintah pusat mengintervensi fiskal daerah sekalipun dalam situasi krisis.

"Ketentuan ini membuat daerah tiak bebas dalam mengelola fiskalnya sehingga hilangnya semangat reformasi, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal," kata Anis.

Di sisi lain, pemerintah melalui RUU HKPD jugta dinilai justru berniat menambah daerah-daerah pemekaran baru. Hal ini terlihat dari pasal 136-139 yang menyatakan kementerian menyiapkan dana transfer untuk daerah persiapan.

Kebijakan itu dinilai justru akan membebani fiskal mengingat selama ini daerah pemekaran justru sulit memiliki kemandirian fiskal. Selain itu, langkah pemekaran daerah baru juga akan menggerus alokasi transfer yang diterima daerah lain.

RUU HKPD juga mendorong keterhubungan pengelolaan keuangan pemerintah pusat dan daerah secara real-time. Kendati demikian, Anis menilai hal itu sulit tercapai karena pemerintah masih belum mampu membereskan masalah ketimpangan infrastruktur, baik dari sisi infrastruktur teknologi dan informasi maupun sumber daya manusia.

Berbeda dengan PKS, fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) menyatakan menerima RUU HKPD. Kendati demikian, PAN memberikan catatan tentang masih adanya ketimpangan penerimaan perpajakan antar daerah. Hal ini karena dalam RUU HKPD tidak mengatur terkait disrtibusi penerimaan pajak dari perusahaan yang memiliki cabang di banyak daerah.

"Perusahaan yang berkantor pusat di satu provinsi dan memiliki pabrik di daerah lain, maka yang menerima pajak adalah provinsi dimana kantor pusat itu berada," kata Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PAN Ahmad Yohan dalam paparannya.

Yohan mengatakan, daerah yang menjadi lokasi dari pabrik-pabrik tersebut sering kali harus menanggung dampak dari sisi lingkungan, sosial dan budaya. Di sisi lain, daerah-daerah itu justru tidak mendapat kompensasi berupa penerimaan perpajakan ataupun retribusi dari aktivitas pabrik tersebut.

Manfaat UU HKPD

Menteri Keuangan Sri Mulyani yang hadir dalam acara yang sama dengan Anis dan Yohan menjawab sejumlah kritikan anggota dewan. Ia berulang kali menepis ketakutan bahwa beleid baru ini hanya akan menciptakan resentralisasi yang akan merugikan daerah.

"Ini bukan resentralisasi, tapi mengembalikan kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dimana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan bagian yang sangat penting dalam APBN kita," kata Sri Mulyani.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan, RUU HKPD bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan fiskal antara pusat dan daerah. Hal ini sebagai langkah antisipasif terhadap dinamika global yang sedang terjadi.

Selain itu, beleid baru ini juga diproyeksikan dapat mendongkrak pendapatan negara, dengan demikian dampaknya akan ikut terasa bagi daerah lewat transfer daerah. Di sisi lain, daerah juga dipastikan akan menangguk untung  lewat peningkatan penerimaan perpajakan dan retribusi.

Melalui RUU HKDP, pemerintah akan menyederhakan pajak daerah dari 16 jenis menjadi 14. Begitu juga retribusi yang dikurangi dari 32 jenis menjadi 18 jenis. Beleid ini juga mengatur perluasan basis pajak, perbaikan sistem perpajakan serta kenaikan tarif.

"Jumlah retribusi dan pajak yang lebih kecil tidak berarti penerimaan daerah turun, justru menurut exercise kami, pendapatan asli daerah dari pemerintah terutama kabupaten kota bisa meningkat hingga 50% menggunakan baseline 2020," kata Sri Mulyani.

Terkait utang daerah, Sri Mulyani mengatakan RUU HKDP ini menyederhakan kebijakan pembiayaan utang bagi daerah. Kendati demikian, melalui beleid ini juga terdapat tiga lapisan bagi daerah untuk memperoleh izin pembiayaan, yakni penerbitan izin dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian PPN/Bappenas.

Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...