Kebijakan BI 2022: Jaga Stabilitas Moneter, Suku Bunga Tetap Rendah
Bank Indonesia menyatakan arah kebijakan moneter tahun depan akan bertujuan menjaga stabilitas di pasar keuangan seiring dengan meningkatnya ketidakpastian global. Namun, empat kebijakan lainnya, termasuk makroprudensial akan tetap diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kebijakan makroprudensial longgar akan kami pertahankan pada 2022 terutama untuk mendorong kredit bank pada sektor-sektor prioritas,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan BI, Rabu (24/11).
Perry menjelaskan, penurunan suku bunga kredit perbankan akan menjadi salah satu fokus bank sentral pada tahun depan. Ia menyatakan suku bunga rendah akan tetap dipertahankan hingga ada tanda-tanda awal kenaikan inflasi. Adapun BI memperkirakan inflasi pada tahun depan berada di rentang 2% hingga 4%.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial longgar akan tetap dilakukan melalui penetapan kembali rasio countercyclical buffer sebesar 0%, fleksibilitas pemenuhan rasio penyangga likuiditas makroprudensial sebesar 6% dengan SBN yang dimiliki untuk direpokan kepada Bank Indonesia, serta rasio FLTV/LTV KPR/ KPA sebesar 100% dan uang muka KKB sebesar 0% bagi bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF rendah akan tetap berlaku hingga akhir Desember.
"Kebijakan makroprudensial longgar juga akan diperluas untuk mendorong kredit/pembiayaan pada sektor-sektor prioritas sebagai bagian koordinasi kebijakan KSSK dalam pemulihan ekonomi nasional," ujar Perry.
Ia mengatakan, rumusan dan implementasi kebijakan makroprudensial ini akan disesuaikan dengan kondisi sektor prioritas dimaksud dan kendala yang dihadapi perbankan dalam penyalurannya. Sementara untuk mendukung UMKM, BI akan terus meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM).
Dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi juga akan diberikan BI melalui kebijakan di bidang sistem pembayaran, pengembangan pasar uang , serta UMKM dan keuangan syariah.
Perry mengatakan, digitalisasi sistem pembayaran terus diperluas untuk mengakselerasi ekonomi dan keuangan digital nasional. Hal ini dilakukan melalui penguatan konsolidasi industri, pengembangan infrastruktur sistem pembayaran yang modern (QRIS, SNAP, BI FAST), termasuk perluasan QRIS dengan target 15 juta pengguna, kerja sama QRIS antarnegara, dan keberlanjutan elektronifikasi transaksi keuangan pemerintah daerah, bansos G2P 4.0, moda transportasi, serta digitalisasi UMKM dan pariwisata.
Lalu kebijakan pendalaman pasar uang dan pasar valas dilaksanakan sesuai Blueprint Pendalaman Pasar Uang (BPPU) 2025 . Kebijakan ini akan ditempuh untuk memperkuat efektivitas transmisi kebijakan, pembangunan infrastruktur pasar uang yang modern dan berstandar internasional, serta pengembangan instrumen pembiayaan termasuk pengembangan keuangan berkelanjutan.
"Program-program pengembangan ekonomi-keuangan inklusif pada UMKM dan ekonomi-keuangan syariah juga terus diperluas, termasuk dengan digitalisasi serta perluasan akses pasar domestik dan ekspor," ujarnya.
BI memperkirakan ekonomi akan pulih pada tahun depan seiring dengan akselerasi vaksinasi dan meningkatnya mobilitas masyarakat. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 4,7% hingga 5,5% pada tahun depan.
"Ekononomi Indonesia akan pulih pada 2022. Pertumbuhan akan lebih tinggi, mencapai 4,7% sampai 5,5% pada 2022 dari 3,2% sampai 4% pada 2021," kata Perry.