The Fed Diramal Naikkan Suku Bunga Enam Kali Hingga 2024
Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve diperkirakan akan menaikkan suku bunga enam kali hingga 2024. Potensi kenaikan suku bunga The Fed seiring dengan tekanan lonjakan inflasi yang saat ini sedang dihadapi AS.
Kepala Strategi Pasar Ekuitas Federated Hermes Phil Orlando mengatakan, tekanan inflasi khususnya di sektor otomotif, hunian, hingga makanan menjadi alasan The Fed meningkatkan suku bunga. Federated Hermes merupakan perusahaan bank investasi besar di AS yang memiliki aset kelolaan hingga US$ 634 miliar.
"Tebakan kami adalah kami akan melihat kenaikan suku bunga 2,25 poin dari The Fed pada paruh kedua tahun depan, dan mungkin kenaikan suku 4,25 poin selama tahun kalender 2023," kata Orlando seperti dikutip dari CNBC Internasional, Senin (29/11).
Orlando menyoroti tingginya angka inflasi di negeri paman sam beberapa bulan terakhir, terutama yang diukur dari indeks harga konsunen (CPI) dan indeks pengeluaran konsumsi pribadi (PCE).
Indeks pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) yang menggambarkan harga-harga yang dikeluarkan oleh konsumen di AS juga naik menjadi 5% secara tahunan. Ini merupakan pertumbuhan tertinggi sejak November 1990. Secara bulanan juga naik 1,3%, lebih tinggi dari perkiraan Dow Jones 1%.
Indeks PCE inti yang mengecualikan harga makanan dan energi juga mencatatkan inflasi sebesar 4,1% secara tahunan, tertinggi sejak Januari 1991. Komponen PCE inti ini merupakan salah satu data inflasi yang paling dipertimbangkan The Fed untuk memulai tapering. off
Inflasi Amerika bulan lalu yang diukur dari CPI juga melesat dan mencapai 6,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, tertinggi dalam 30 tahun terakhir.
"Mengingat lonjakan inflasi yang telah kita lihat akhir-akhir ini, tidak akan mengejutkan jika The Fed mempercepat laju tapering itu. Setelah tapering off selesai, kami memperkirakan akan melihat beberapa kenaikan suku bunga," kata Orlando.
Dia menilai, The Fed bersama dengan pemerintahan Biden selama ini terus berusaha menyampaikan bahwa inflasi hanya bersifat sementara. Namun, menurutnya, bank sentral terbesar dunia itu sebenarnya memahami bahwa kenaikan harga-harga ini menjadi masalah yang pelik. Ini tercermin dari sikap The Fed yang kemudian memutuskan untuk memulai tapering off akhir bulan ini.
Seperti diketahui, The Fed menjadwalkan tapering off berupa pengurangan pembelian aset akhir bulan ini. The Fed akan mengurangi pembelian US$ 15 miliar dari pembelian rutinnya US$ 120 miliar.
Pengurangan pembelian aset rencananya dilakukan secara bertahap hingga pertengahan tahun depan. Kendati demikian, sejumlah pejabat pengambil kebijakan menunjukkan tanda-tanda bahwa pengurangan pembelian bisa ditingkatkan sehingga pembelian akan berakhir lebih cepat dari jadwal.
Dewan Gubernur The Fed Christopher Waller pada pertengahan bulan ini juga menyerukan agar bank sentral menggandakan pengurangan pembelian obligasinya. Dengan demikian pembelian bisa diakhiri pada April mendatang.
Notulen rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang dirilis pekan lalu juga menunjukkan sebagian besar anggota The Fed mendukung percepatan tapering off. Hal ini seiring semakin banyak pejabat pembuat kebijakan yang melihat inflasi tinggi mungkin akan bertahan lebih lama.
"Banyak peserta mencatat bahwa FOMC harus siap untuk menyesuaikan laju pembelian aset dan menaikkan kisaran target untuk tingkat dana federal lebih cepat dari yang diantisipasi peserta saat ini jika inflasi terus berjalan lebih tinggi dari target," demikian tertulis dalam dokumen risalah rapat The Fed dikutip Reuters, Rabu (24/11).
Di sisi lain, beberapa pejabat juga menyerukan agar The Fed mengambil pendekatan yang lebih sabar. Sebelum memulai kenaikan bunga acuan, The Fed diminta untuk mencermati berbagai data yang ada. Seperti diketahui, The Fed memakai inflasi dan tenaga kerja sebagai indiaktor untuk menarik berbagai stimulus moneternya.