BI Pertahankan Bunga Acuan 3,5% Meski The Fed Percepat Tapering Off

Abdul Azis Said
16 Desember 2021, 14:56
BI, bunga acuan, suku bunga, tapering off
Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. BI memperkirakan ekonomi pada tahun ini tumbuh 3,2% hingga 4%.

Bank Indonesia memutuskan kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5%. Bank Sentral tetap mempertahankan kebijakan moneter longgar dan suku bunga rendah meski The Federal Reserve memastikan akan mempercepat kebijakan tapering off dan berpotensi memangkas suku bunga hingga tiga kali pada tahun depan. 

"Rapat Dewan Gubernur BI pada 15-16 Desember 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI  7 days reverse repo rate sebesar 3,5%," Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers hasil Rapat Dewan Gubernur Desember 2021, Kamis (16/12). 

The Fed dalam pengumuman hasil pertemuan The Federal Open Market Committee (FOEMC) memutuskan mengurangi pembelian obligasi lebih cepat. Bank Sentral AS akan membeli US$60 miliar obligasi setiap bulan mulai Januari, setengah dari tingkat sebelum taper pada November dan US$30 miliar lebih rendah daripada yang dibeli pada Desember.

The Fed melakukan pengurangan sebesar US$15 miliar per bulan pada bulan November, dua kali lipat pada Desember, kemudian akan mempercepat pengurangan lebih lanjut pada 2022.

Tapering off kemungkinan akan selesai pada akhir musim dingin dan/atau awal musim semi. Setelah itu, bank sentral akan mulai menaikkan suku bunga yang dipertahankan ștabil 0%-0,25% pada pekan ini.  Proyeksi yang dirilis Rabu (15/12) juga menunjukkan bahwa pejabat The Fed melihat sebanyak tiga kenaikan suku bunga terjadi pada 2022, dengan dua di tahun berikutnya dan dua lagi pada 2024.

Perry mengatakan, keputusan ini sejalan dengan perlunya BI menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan di tengah ketidakpastian global, inflasi yang rendah, dan upaya mendukung pertumbuhan ekonomi. Saat ini, menurut dia, kondisi inflasi dan nilai tukar rupiah masih terjaga dengan baik. 

Nilai tukar rupiah pada 15 Desember melemah terbatas 0,07% secara point to point dan 0,70% secara rerata dibandingkan dengan level November 2021. Perkembangan nilai tukar rupiah tersebut dipengaruhi aliran modal keluar dari negara berkembang di tengah terjaganya pasokan valas domestik dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik.

"Rupiah mencatat depresiasi sekitar 1,97% jika dibandingkan dengan level akhir 2020, lebih rendah dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India (3,93%, ytd), Filipina (4,51%, ytd), dan Malaysia (4,94%, ytd)," kata dia. 

Halaman:
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...