Neraca Perdagangan 2021 Surplus US$ 35 M, Tertinggi dalam 15 Tahun
Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan surplus US$ 1,02 miliar pada Desember 2021, turun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 3,51 miliar. Meski demikian, neraca perdagangan sepanjang tahun lalu naik dari US$ 21,74 miliar pada 2020 menjadi US$ 35,34 miliar dan tertinggi dalam 15 tahun terakhir.
"Neraca perdagangan tahun 2021 merupakan yang tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Harapannya tren ini dapat dipertahankan sehinga akan berdampak mempercepat pemulihan ekonomi," ujar Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, Senin (17/1).
Margo menjelaskan, ekspor pada sepanjang tahun lalu mencapai US$ 231,54 miliar, naik 41,8% dibandingkan 2020 sebesar US$ 163,1 miliar. Impor juga melesat 38,59% dari US$ 141,57 miliar pada 2020 menjadi US$ 196,2 miliar.
Margo mengatakan, kinerja ekspor secara keseluruhan terutama ditopang oleh sektor nonmigas yang melesat 41,8% menjadi US$ 231,54 miliar. Kinerja ekspor migas melesat 48,78% menjadi US$ 12,28 miliar. "Kinerja ekspor migas pada tahun lalu sangat mengembirakan, semoga bisa berlanjut pada tahun 2022. Ini akan berdampak pada pemulihan ekonomi dan masyarakat lebih luas," kata dia.
Menurut Margo, ekspor nonmigas terutama disumbang oleh komoditas bahan bakar mineral dengan kontribusi mencapai 14,98% atau US$ 32,84 miliar, serta lemak dan minyak hewan nabati mencapai 14,97% atau US$ 32,82 miliar. Sementara berdasarkan sektornya, industri pengolahan memberikan sumbangan terbesar mencapai US$ 177,11 miliar, naik dibandingkan 2020 yang mencapai US$ 131,09 miliar.
"Sektor pertambangan mencatatkan kenaikan paling tinggi mencapai 92,15% menjadi US$ 37,92 miliar, disusul migas 48,78%, sedangkan pertanian hanya naik 2,86%," kata dia.
Kinerja impor pada tahun lalu juga cukup menggembirakan. Margo mencatat, impor nonmigas naik 34,05% menjadi US$ 170,67 miliar. Impor nonmigas terutama didorong oleh kelompok barang mesin dan peralatan mekanis dengan kontribusi mencapai 15,14% atau setara US$ 25,85 miliar, serta perlengkapan elektrik dengan porsi 13,09% atau setara US$ 22,34 miliar.
Berdasarkan penggunaan barangnya, impor pada tahun lalu terutama didorong oleh kelompok barang bahan baku penolong mencapai US$ 147,38 miliar, naik 42,8% dibandingkan 2020. Impor kelompok barang modal dan barang konsumsi juga naik masing-masing 20,77% dan 37,73% menjadi US$ 28,63 miliar dan US$20,19 miliar.
"Kenaikan impor bahan baku dan penolong menunjukan ekonomi mulai membaik. Peningkatan impor barang konsumsi juga menunjukkan daya beli masyarakat membaik," kata dia.
Margo mencatat, impor bahan baku penolong berkontribusi 75,12%, barang modal 14,59%, dan konsumsi 10,29% terhadap total impor nonmigas.
Meski secara keseluruhan tahun, kinerja ekspor lebih baik dari impor. Namun, tren kinerja ekspor dan impor mulai berbalik pada Desember. Ekspor bulan lalu turun 2,04% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 22,38 miliar. Penurunan ekspor pada Desember terutama terjadi pada ekspor migas sebesar 17,93% menjadi US$ 1,09 miliar, sedangkan ekspor nonmigas turun 1,06% menjadi US$ 21,2 miliar.
Sementara itu, impor pada bulan lalu justru melesat 10,51% menjadi USS$ 21,36 miliar. Kenaikan impor terutama terjadi pada barang konsumsi mencapai 24,55% menjadi US$ 2,49 miliar, bahan baku penolong naik 9,07% menjadi US$ 15,63 miliar, sedangkan barang modal naik 8,01% menjadi US$ 3,24 miliar.
Kenaikan impor pada bulan lalu terutama didorong oleh impor asal Cina yang bertambah US$ 456,8 juta, disusul Australia, Spanyol, dan Singapura.
"Dengan ekspor sebesar US$ 22,3 miliar dan impor US$ 21,36 miliar, maka neraca perdagangan pada Desember suprlus US$ 1,02 miliar," kata Margo.