Rupiah Perkasa ke 14.295 per Dolar AS Jelang Rilis Neraca Perdagangan
Nilai tukar rupiah menguat 0,09% ke level Rp 14.313 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Selasa (15/2). Meski demikian, rupiah berpotensi tertekan oleh konflik Rusia dan Ukraina hingga rilis data neraca perdagangan.
Mengutip Bloomberg, rupiah kian perkasa ke level Rp 14.295 per dolar AS hingga pukul 09.15 WIB. Adapun mata uang negara-negara Asia bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Yuan Cina dan ringgit Malaysia turut menguat masing-masing 0,06% baht Thailand 0,3%, yen Jepang 0,1%
Sementara itu, rupee India melemah 0,3%, peso Filipina 0,06%, won Korea Selatan 0,26%, dolar Taiwan 0,02%, dolar Singapura dan Hong Kong masing-masing 0,01%.
"Hari ini rupiah mungkin bisa melanjutkan penguatannya tapi tekanan terhadap rupiah juga belum hilang. Penguatan rupiah bisa ke arah Rp 14.300 per dolar AS, sementara potensi pelemahan ke arah Rp 14.350 per dolar AS." ujar pengamat pasar uang Ariston Tjendra kepada Katadata.co.id, Selasa (15/2).
Ia mengatakan, rupiah kemarin berhasil menguat terhadap dolas AS di tengah banyaknya tekanan, seperti rencana invasi Rusia ke Ukraina, ekspektasi kebijakan pengetatan moneter AS yang lebih agresif, serta tingginya kasus covid di tanah air. Ia mengatakan, sentimen-sentimen yang menekan rupiah tersebut masih belum hilang.
Sementara itu, menurut Ariston, sentimen positif terhadap rupiah hari ini berasal dari bantahan Rusia soal invasi ke Ukraina, data pertumbuhan penjualan ritel yang membaik pada Januari, dan pengumuman pelonggaran PPKM level 3. "Faktor-faktor ini masih bisa mendukung penguatan rupiah hari ini," kata dia.
Selain itu, menurut dia, sentimen negatif di pasar keuangan terlihat berkurang dengan positifnya sebagian indeks saham Asia. Pasar juga akan memperhatikan data neraca Perdagangan pada Januari yang akan dirilis hari ini. Pelaku pasar berekspektasi surplus akan berkurang dibandingkan bulan sebelumnya karena kenaikan impor.
Ia menjelaskan, kenaikan impor dapat disebabkan oleh membaiknya roda perekonomian dalam negeri yang membutuhkan barang modal dan konsumsi dari luar negri dan juga kenaikan harga minyak mentah. "Jadi ini bisa dua sisi, kabar baik dan buruk untuk rupiah. Tapi kalau surplus berubah jadi defisit, rupiah mungkin bisa berbalik tertekan," kata dia.
Analis DC Futures Lukman Leong juga menilai fundamental rupiah saat ini masih solid. Namun, menurut dia, penguatan rupiah akan tertahan oleh kekawatiran konflik antara Rusia dan Ukraina yang dapat mendorong penguatan dolar AS.
"Penguatan safe haven seperti dolar AS, tentu akan menahan rupiah," kata dia.
Pasar juga akan memantau data neraca perdagangan pada Januari yang diperkirakan surplus meski jauh lebih kecil dibandingkan bukan sebelumnya. "Namun, saya melihat optimisme pasar masih kuat dengan semakin tingginya harga batu bara dan komoditas lainnya seperti biji besi," ujarnya.