BI Sebut Perang Rusia-Ukraina Tak Signifikan Melemahkan Rupiah

Agustiyanti
17 Maret 2022, 16:30
rupiah, pelemahan rupiah, rupiah melemah, perang rusia-ukraina
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
Ilustrasi. BI menyebut, kemampuan rupiah untuk tidak jatuh terlalu dalam tampaknya juga tidak lepas dari kondisi dolar AS yang dinilai sudah tidak sekuat sebelumnya.

Bank Indonesia (BI) menyebut nilai tukar rupiah cukup kuat merespons berbagai dinamika global yang terjadi belakangan ini, terutama dari perang Rusia dan Ukraina. Meski melemah pada tahun ini, rupiah lebih perkasa menghadapi dolar AS dibandingkan beberapa mata uang Asia lainnya.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, rupiah terdepresiasi 0,42% sejak akhir tahun lalu hingga 16 Maret 2022. Meski demikian, pelemahan ini lebih rendah dibandingkan ringgit Malaysia yang terkoreksi 0,76%, rupee India 2,53%, dan peso Filipina 2,56% dalam periode yang sama.

Advertisement

"Ini menunjukan bahwa perkembangan nilai tukar lebih dipengaruhi faktor-faktor fundamental ekonomi Indonesia dibandingkan faktor-faktor teknikal ketidakpastian pasar keuangan global, termasuk eskalasi ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina," kata Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Maret, Kamis (17/3).

Dia mengatakan, perang di dua negara bekas Uni Soviet tersebut telah mendorong kenaikan pada US Treasury serta mempengaruhi persepsi risiko. Meski begitu, kemampuan rupiah untuk tidak jatuh terlalu dalam tampaknya juga tidak lepas dari kondisi dolar AS yang dinilai sudah tidak sekuat sebelumnya. Hal ini karena kondisi domestik Amerika yang saat ini sedang berjuang memerangi inflasi serta berbagai respon yang diambil The Fed.

Perry mengatakan ketegangan geopolitik bukan satu-satunya sentimen yang  menggerakan rupiah, melainkan juga dipengaruhi kondisi fundamental ekonomi domestik. Ia menyebut banyak faktor positif dari dalam negeri yang membuat rupiah bahkan cenderung terapresiasi. 

Faktor fundamental yang memberi sentimen penguatan tersebut diantaranya surplus neraca dagang yang berlanjut, suplai valas yang masih cukup besar, berkembangnya Domestik Non-Delivery Forward (DNDF) sebagai alat lindung nilai, serta langkah-langkah bank sentral menjaga stabilitas nilai tukar.

Perry juga menyebut dampak dari perang Rusia dan Ukraina dapat dilihat dari dua jalur, yakni langsung dan tidak langsung. Ia menyebut, dampak langsung dinilai tidak begitu signifikan karena hubungan perdagangan Indonesia terhadap dua negara tersebut sebetulnya terbatas.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement