Utang Pemerintah Tembus Rp 7.052 T, Rata-Rata Jatuh Tempo 8,6 Tahun
Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang pemerintah kembali naik menjadi Rp 7.052,5 triliun pada akhir Maret 2022. Utang pemerintah bertambah Rp 37,92 triliun dibandingkan bulan sebelumnya.
"Secara nominal, terjadi peningkatan total utang pemerintah seiring dengan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman di bulan Maret 2022, untuk menutup pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)," kata Kemenkeu dalam laporannya, Kamis (21/4).
Seiring kenaikan pada nominal utang tersebut, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga naik dari 40,17% menjadi 40,39%.
Mayoritas dari utang pemerintah ini berupa Surat Berharga Negara (SBN) yang mencakup 88,24%. Nilai utang berupa SBN ini sebesar Rp 6.222,94 triliun, terdiri atas SBN domestik Rp 4.962,34 triliun dan SBN valuta asing (valas) Rp 1.260,61 triliun.
Selain itu, pemerintah juga memiliki utang berupa pinjaman sebesar Rp 829,56 triliun. Pinjaman yang berasal dari dalam negeri sebesar Rp 13,2 triliun, sedangkan pinjaman luar negeri Rp 816,36 triliun. Pinjaman luar negeri ini mayoritas adalah pinjaman multilateral dan bilateral.
Kemenkeu memastikan bahwa komposisi utang pemerintah tersebut dikelola dilakukan secara prudent, fleksibel dan oportunistik sehingga terjaga dalam batas aman dan wajar. Ini salah satunya terlihat dari utang pemerintah yang didominasi mata uang lokal sebesar 70,55%.
Selain itu, kepemilikan SBN tradable oleh investor asing juga masih terus turun. Porsi asing di SBN yang mencapai 38,57% pada April 2022 turun pada akhir tahun lalu menjadi 19,5% dan hanya tersisa 17,6% pada 12 April 2022.
Dari segi jatuh tempo, Kemenkeu mencatat total utang sebesar Rp 7.052,50 tidak semata-mata harus dibayar secara keseluruhan pada waktu yang sama. Rata-rata jatuh tempo alias average time to maturity dari utang pemerintah sepanjang tahun ini masih terjaga di kisaran 8,66 tahun.
Pengelolaan utang yang baik ini juga mendapat pengakuan dari lembaga eksternal. Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut kondisi utang pemerintah tergolong manageable. Rasio utang diperkirakan stabil pada 41% PDB dalam jangka menengah dan akan menurun rata-rata di kisaran 2,2% PDB.
"Sepanjang periode 2020-2021, Indonesia Sovereign Rating tetap stabil di tengah kondisi yang volatile," kata Kemenkeu.
Lembaga pemeringkatan Fitch Rating dan Moody's sebelumnya juga mempertahankan peringkat utang pemerintah pada outlook stabil. Fundamental ekonomi RI juga dinilai masih kuat dan berprospek baik.
Pemerintah masih akan terus menjaga rasio utang di tengah masih tingginya ketidakpastian pada tahun ini. Pemerintah akan memanfaatkan pembiayaan non utang seperti optimalisasi pemanfaatan SAL sebagai buffer fiskal, serta implementasi SKB III dengan BI.
Upaya lain yang dilakukan Pemerintah adalah melalui pembiayaan kreatif dan inovatif untuk pembiayaan Infrastruktur dengan mengedepankan kerja sama berdasarkan konsep pembagian risiko yang adil. Instrumen dari pembiayaan kreatif ini terdiri atas PPP atau KPBU, blended finance serta SDG Indonesia One.
Kemenkeu juga telah melakukan debt switch dan liability management untuk menjaga komposisi utang tetap optimal. Transaksi debt switch dilakukan pada 24 Maret dengan nilai Rp 3,76 triliun. Transaksi liability management dilakukan 29 Maret untuk membeli kembali sembilan seri bond global dengan nilai US$ 467,48 juta.
"Hal ini untuk mengantisipasi risiko global dan mengurangi risiko jatuh tempo," kata Kemenkeu.