Resesi Ekonomi Kian Membayangi AS Usai The Fed Menaikkan Bunga 75 Bps
Sejumlah analis menilai risiko resesi ekonomi di Amerika Serikat (AS) semakin terlihat usai bank sentral, The Ferederal Reserve (The Fed) mengumumkan kenaikan bunga yang agresif mencapai 75 bps tadi malam. Kenaikan bunga akan semakin menekan konsumsi.
The Fed mengerek bunga acuannya 75 bps, kenaikan bunga paling agresif sejak 1994. Bank sentral utama dunia itu juga berpeluang menaikkan bunga dengan kecepatan yang sama pada pertemuan bulan depan.
Suku bunga acuan The Fed pada akhir tahun diperkirakan mencapai level 3,4%, sesuai dengan titik tengah kisaran target ekspektasi anggota pembuat kebijakan The Fed. Perkiraan ini 1,5 poin persentase lebih tinggi dibandingkan perkiraan Maret lalu. Kenaikan diramal berlanjut tahun depan dan berada di level 3,8%.
Lembaga keuangan AS Wells Fargo & Co. memperkirakan resesi ringan akan mulai terjadi pada pertengahan tahun depan. Hal ini karena inflasi telah mengakar dan tindakan The Fed meredam kenaikan tersebut menekan konsumsi masyarakat.
Moody's Analytics juga mengatakan, kemungkinan perlambatan ekonomi lebih rendah. "The Fed akan menaikkan suku bunga hingga mampu mengatasi inflasi, tetapi risikonya adalah mereka juga merusak ekonomi," kata Kepala Penelitian Kebijakan Moneter Moody's Analytics Ryan Sweet dikutip dari Bloomberg, Kamis (16/6).
Penjualan ritel AS telah turun untuk pertama kalinya dalam lima bulan pada Mei karena lonjakan harga. The Fed Atlanta juga sudah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS menjadi 0% alias stagnan.
Semakin banyak ekonom yang mengatakan kontraksi tahun depan akan sulit dihindari. Wells Fargo dalam rilis sepekan lalu memperkirakan perlambatan ekonomi mungkin dapat terjadi. Namun perkiraan tersebut sekarang berubah setelah kenaikan bunga The Fed.
Pada saat yang sama, pasar tenaga kerja masih ketat. Pengangguran secara historis tetap rendah tapi klaim pengangguran naik ke level tertinggi lima bulan pada pekan lalu.
Analis Sevens Report Tom Essaye mengatakan, kenaikan suku bunga tentu akan mendorong biaya pinjaman makin mahal. Melemahnya pasar belakangan ini karena munculkan kekhawatiran bahwa kenaikan bjnga akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi melemah.
"Apakah tindakan The Fed mengarah pada pelambatan yang nyata atau kontraksi langsung akan menjadi jelas selama kuartal mendatang," kata Ekonkm BlueBay Asset Management Andrzej Skiba dikutip dari Forbes.
Bukan hanya AS, Bank Dunia baru-baru ini juga menyebut resesi ekonomi akan sulit dihindari oleh banyak negara. Penyebabnya karena perang di Ukrain, penguncian wilayah di Cina hingga gangguan rantai pasok global yang mendorong inflasi.