Inflasi Juni Lampaui Prediksi BI, Rupiah Jatuh Dekati 15.000 per US$
Nilai tukar rupiah dibuka melemah 44 poin ke level Rp 14.947 per dolar AS di pasar spot pagi ini. Pelemahan rupiah terimbas penantian pasar terhadap rilis data inflasi dalam negeri untuk bulan Juni yang diramal lampaui target bank sentral.
Mengutip Bloomberg, rupiah bergerak semakin melemah keRp 14.955 hingga pukul 09.3o WIB atau setelah laporan inflasi Juni dibacakan. Rupiah semakin bergerak melemah dari posisi penutupan kemarin di Rp 14.903 per dolar AS.
Sementara itu, sejumlah mata uang Asia lainnya turut melemah terhadap dolar AS, di antaranya dolar Singapura 0,02% , dolar Hong Kong 0,01% , dolar Taiwan 0,09% , baht Thailand 0,36% dan peso Filipina 0,14%. Sebaliknya, yen Jepang menguat 0,05% bersam won Korsel 0,44%, yuan Cina 0,03% dan ringgit Malaysia 0,01%. Sebaliknya, dolar Singapura menguat 0,02% bersama.
Analis DCFX Lukman Leong memperkirakan rupiah masih akan tertekan pada perdagangan hari ini terimbas rilis data inflasi Juni yang diramal kembali naik. Rupiah diperkirakan bergerak di rentang Rp 14.800-Rp 14.975 per dolar AS.
"Inflasi ini memberikan tekanan kepada Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga," kata Lukman kepada Katadata.co.id, Jumat (1/7).
BPS dalam laporan terbarunya pagi ini mencatat inflasi pada Juni sebesar 0,61% secara bulanan, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 0,4%. Inflasi secara tahunan melampaui target bank sentral mencapai 4,35%.
Pelemahan rupiah hari ini juga masih tertekan sentimen risk off di pasar saham. Indeks saham utama Asia terpantu memerah pagi ini, Nikkei 225 Jepang melemah 0,7% Shanghai SE Composite Cina dan Hang Seng Hong Kong 0,6% , Kospi Korsel 0,2% dan Nifty 50 India 0,1%.
Analis pasar uang Ariston Tjendra juga memperkirakan nilai tukar rupiah masih berpotensi melemah hari ini karena isu the Fed dan resesi. Rupiah bisa bergerak melemah ke arah Rp 14.950 terhadap dollar AS dengan support di kisaran Rp 14.880.
"Anjloknya pasar saham global menunjukkan kekhawatiran pasar terhadap isu resesi meningkat," kata Ariston.
Selain itu, rilis data inflasi AS semalam masih mendukung kebijakan kenaikan suku bunga acuan AS yang agresif. Data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) di AS untuk bulan Mei menunjukkan angka inflasi yang tinggi mendekati level tertinggi dalam 40 tahun.
Dari dalam negri, data inflasi Indonesia yang terus meninggi bisa menambah sentimen negatif untuk rupiah. Kenaikan inflasi bisa menekan daya beli dan pertumbuhan ekonomi.