Sri Mulyani Respons Hasil Survei Potensi Indonesia Kecil Masuk Resesi

Abdul Azis Said
13 Juli 2022, 15:06
resesi, sri mulyani, resesi ekonomi
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/aww.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan kondisi ekonomi Indonesia berbeda dengan Sri lanka yang kini diujung tanduk.

Survei terbaru Bloomberg menunjukkan probabilitas ekonomi Indonesia jatuh ke jurang resesi hanya sebesar 3%. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut sejumlah indikator menunjukkan masih kuatnya perekonomian domestik sehingga risiko resesi pun terbilang masih rendah dibandingkan negara lain di kawasan Asia-Pasifik.

Ia mengatakan, ada sejumlah faktor yang bisa menyebabkan ekonomi sebuah negara jatuh ke jurang resesi. Ini antara lain ditentukan oleh kondisi neraca pembayaran, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga, kebijakan moneter, kondisi APBN terutama defisit hingga rasio utang, serta kondisi rumah tangga dan korporasi. 

"Kalau disebutkan survei Bloomberg ada yang risiko resesinya hingga di atas 70%. Nah, Indonesia ada di ujung bawah. Itu menggambarkan indikator neraca pembayaran, APBN, ketahanan dari PDB kita dan juga dari sisi korporasi maupun rumah tangga," kata dia kepada wartawan di Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7).

Menurut survei Bloomberg, Indonesia berada di urutan kedua terbawah  dari 15 negara di Asia-Pasifik yang berpotensi jatuh ke jurang resesi. Sri Lanka menjadi negara yang paling mungkin mengalami resesi dengan probabilitas hingga 85%. Angka tersebut dinaikkan dari survei sebelumnya hanya 33%.

Selain Sri lanka, beberapa negara lainnya yang memiliki probabilitas resesi terbesar diantaranya Selandia Baru 33%, Korea Selatan dan Jepang masing-masing 25%, Cina, Hong Kong, Taiwan, Pakistan dan Australia 20%. 

Di ASEAN, risiko resesi Indonesia relatif paling rendah diantara beberapa negara ekonomi terbesar di kawasan. Probabilitas Malaysia sebesar 13%, Vietnam dan Thailand masing-masing 10% dan Filipina 10%. Probabilitas resesi Indonesia hanay lebih besar dari India sebesar 0%.

Meski risikonya relatif kecil, namun Sri Mulyani mengaku akan tetap waspada. "Ini tidak berarti kita terlena, kita tetap waspada namun pesannya adalah kita tetap akan menggunakan semua instrumen kebijakan kita, apakah itu fiskal, moneter atau sektor keuangan," kata dia.

Advertisement

Sri Mulyani juga memastikan kondisi ekonomi Indonesia berbeda dengan Sri lanka yang kini diujung tanduk. Ia menyebut sejumlah kondisi ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi maupun tingkat inflasi antara Indonesia dan Sri Lanka juga berbeda, sehingga resikonya juga berbeda.

Pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga. Kinerja indikator ini berbeda di setiap negara, termasuk antara Indonesia dengan Sri lanka. Dari sisi inflasi RI juga telah mempertebal anggaran subsidi dan kompensasi energi sehingga tekanan harga di tingkat konsumen bisa ditahan. Langkah intervensi APBN seperti itu menurutnya tidak bisa dilakukan semua negara karena keterbatasan anggaran. 

"Saya rasa seharusnya melihat saja faktual mengenai latar belakang di setiap negara, dari sisi kinerja pertumbuhan ekonomi, inflasi, neraca pembayaran, kinerja APBN, kinerja kebijakan moneter dilihat dari inflasi dan nilai tukar, serta kinerja korporasinya," kata dia.

Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
News Alert

Dapatkan informasi terkini dan terpercaya seputar ekonomi, bisnis, data, politik, dan lain-lain, langsung lewat email Anda.

Dengan mendaftar, Anda menyetujui Kebijakan Privasi kami. Anda bisa berhenti berlangganan (Unsubscribe) newsletter kapan saja, melalui halaman kontak kami.

Artikel Terkait