Aktivitas Pabrik di Asia Lesu Tertekan Perlambatan Ekonomi Global

Kekhawatiran atas perlambatan ekonomi global membayangi prospek pemulihan Asia Pasifik. Pertumbuhan aktivitas pabrik terutama melambat di Jepang dan Australia, memberikan tekanan pada pembuat kebijakan untuk mendukung ekonomi di tengah kebijakan moneter yang ketat untuk memerangi inflasi.
Survei indeks manajer pembelian atau PMN yang dirilis pada Jumat (22/7) menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur Jepang tumbuh pada laju paling lambat dalam 10 bulan terakhir. Ini menjadi pertanda buruk bagi ekonomi yang sedang berjuang untuk menghilangkan luka akibat pandemi.
Aktivitas pabrik juga melambat di Australia terlihat dari indeks yang jatuh ke 55,7 pada Juli dari 56,2 pada Juni.
Survei menggarisbawahi bahwa produsen yang terkena dampak menderita kendala pasokan, kenaikan biaya bahan bak, dan permintaan global yang melambat. Semua faktor ini disebutBank of Japan sebagai salah satu risiko utama bagi pemulihan ekonomi negara itu.
"PMI Juli menunjukkan bahwa sektor manufaktur melambat karena permintaan melemah, sementara Covid-19 mulai menghantam sektor jasa," Marcel Thieliant, ekonom senior Jepang di Capital Economics, mengatakan pada PMI Jepang.
Survei PMI untuk Inggris, zona euro dan Amerika Serikat akan dirilis pada Jumat.
Melonjaknya inflasi, didorong oleh perang Rusia di Ukraina, telah memaksa bank sentral di seluruh dunia untuk memperketat kebijakan moneter bahkan dengan mengorbankan ekonomi mereka.
Meskipun perekonomian masih menderita sakit akibat perang Ukraina, Bank Sentral Eropa menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam 11 tahun pada hari Kamis. Kekhawatiran tentang inflasi yang tidak terkendali mengalahkan kekhawatiran tentang pertumbuhan.
Rencana kenaikan suku bunga agresif oleh The Federal Reserve telah memicu kekhawatiran pasar atas resesi AS. Banyak bank sentral Asia juga menemukan diri mereka berjuang untuk mengejar kebijakan pengetatan untuk menjinakkan inflasi dan menjaga mata uang mereka agar tidak terlalu terdepresiasi.
Cina dan Jepang yang menempati posisi kedua dan ketiga terbesar dunia masih memiliki kebijakan moneter longgar. Namun, kekuatan kedua ekonomi Asia ini tak cukup untuk mengimbangi pelemahan ekonomi yang terjadi di berbagai belahan dunia lain.
Pertumbuhan ekonomi Cina melambat tajam pada kuartal kedua, dibebani oleh penguncian Covid-1 yang meluas dan menunjukkan tekanan terus-menerus selama beberapa bulan mendatang dari prospek global yang semakin gelap.
Perlambatan di ekonomi, serta dampak dari pengetatan bank sentral yang agresif, memaksa Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk memangkas perkiraan pertumbuhannya untuk wilayah tersebut pada hari Kamis.