Sri Mulyani Lihat Tanda-tanda Ekonomi Global Makin Suram
Perekonomian dunia mulai menghadapi tanda-tanda perlambatan seiring meningkatnya sejumlah risiko, mulai dari dampak perang terhadap inflasi hingga pengetatan moneter. Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah merevisi ke bawah prospek ekonomi dunia tahun ini dan tahun depan.
"Dengan adanya perkembangan geopolitik, inflasi dan respons kebijakan, tanda-tanda pelemahan ekonomi global mulai terlihat," kata Menteri Keuangan Sri dalam Konferensi Pers APBN KiTA Juli, Rabu (27/7).
Sinyal perlambatan ini salah satunya terlihat dari kinerja sektor manufaktur yang mulai lesu. Kondisi ini didorong oleh penurunan permintaan dan keyakinan konsumen, tekannharga, dan berlanjutnya disrupsi suplai.
Ekspansi manufaktur global yang tercermin dari Purchasing Managers Index (PMI) terlihat turun dari 52,3 pada Mei menjadi 52,2 point. Ini merupakan level terendah dalam hampir dua tahun terakhir.
Laju ekspansi manufaktur negara-negara ASEAN terlihat melambat akibat penurunan pada aktivitas pembelian serta penyerapan tenaga kerja. Di Indonesia , laju ekspansi melambat ke 50,2 poin pada Juni. Hal ini dipengaruhi oleh permintaan ekspor dan penyerapan tenaga kerja turun sekalipun tingkat output dan permintaan baru pada manufaktur Indonesia masih tumbuh.
Indeks PMI dengan ASEAN lainnya, seperti Vietnam, Filipina, Thailand dan Malaysia terlihat menurun mendekati level 50% atau netral. Indeks di bawah 50 mencerminkan ki kinerja manufaktur yang kontraksi.
Perlambatan ekonomi juga dipengaruhi oleh kompleksitas kebijakan global, terutama langkah moneter untuk merespon kenaikan inflasi. Banyak bank sentral dunia memperketat moneter untuk memerangi inflasi yang terus cetak rekor.
"Kita lihat di berbagai negara yang dihadapkan pada dilema kenaikan inflasi dan pengetatan moneter dan menyebabkan pelemahan ekonomi, mereka dihadapkan pada munculnya resesi," kata Sri Mulyani.
Probabilitas resesi di Indonesia relatif rendah. Meski demikian, Sri Mulyani menyebut RI perlu tetap waspada. Pasalnyal pengetatan moneter di sejumlah negara maju bisa menimbulkan efek rambatan ke Indonesia.
Dana Moneter Internasional (IMF) juga kembali revisi proyeksi pertumbuhan tahun ini seiring meningkatnya risiko perlambatan. Pertumbuhan tahun ini dipangkas 0,2 poin persentase dari perkiraan April menjadi 3,2%. Tahun depan akan melambat dengan perkiraan hanya tumbuh 2,9%.
Meski demikian, pertumbuhan bisa lebih lambat dari perkiraan tersebut. Dalam skenario terburuk, yang mana berbagai sejumlah risiko bisa terjadi, pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa hanya 2,6% tahun ini dan 2% pada tahun depan.
Berbagai risiko yang dimaksud IMF tersebut mulai dari dampak perang terhadap gangguan suplai gas Rusia ke Eropa, inflasi yang masih tinggi hingga kebijakan penguncian wilayah di Cina.