DJP Ramal Penerimaan Pajak Semester II Melandai, Ini Faktornya
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperkirakan, penerimaan pajak pada paruh kedua tahun ini tidak akan tumbuh sekuat pada semester pertama tahun ini. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi, mulai dari risiko dampak perlambatan ekonomi global, basis penerimaan pajak tahun lalu, hingga tidak ada laginya Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias Tax Amensty Jilid II.
"Kami ekspektasikan mungkin semester II, agak sedikit berkurang kekuatan pertumbuhan pajak. Semester I kan memang basis penerimaannya tahun lalu juga lebih rendah," kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam diskusi dengan wartawan, Selasa (2/8)
Suryo menyebut, penerimaan pajak semester kedua masih akan konsisten tumbuh. Meski demikian, ia mewaspadai meningkatnya risiko perlambatan ekonomi dunia yang dapat memberi dampak kepada ekonomi domestik.
"Pengaruhnya ke ekonomi akan berdampak pada penerimaan perpajakan. Sebagaimana diketahui bahwa penerimaan perpajakan itu memang hasil dari kegiatan ekonomi. Kalau ekonomi, bagus maka penerimaan pajak bagus," kata Suryo.
Selain itu, menurut dia, pertumbuhan penerimaan pajak semester II ini kemungkinan tidak akan terlalu tinggi karena penerimaan pajak periode yang sama tahun lalu sudah tinggi. Harga komoditas mulai merangkak naik memasuki paruh kedua tahun lalu sehingga pengaruhnya terhadap peningkatan penerimaan pajak sudah terlihat menuju penghujung tahun 2021.
Faktor lainnya, ada beberapa item penerimaan yang tidak akan terulang di semester II, di antaranya ada;ah program Pengungkapan Pajak Sukarela (PPS). Pemerintah meraup penerimaan mencapai Rp 61 triliun dari program Tax Amensty Jilid II tersebut.
Total penerimaan pajak sepanjang semester I tahun ini sudah mencapai Rp 868,3 triliun. Realisasi tersebut naik 55,7% dibandingkan tahun lalu. Pertumbuhan semester I tahun ini jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan semester I 2021 yang hanya 5%.
Ia menjelaskan, ada empat penyebab kuatnya pertumbuhan penerimaan pajak paruh pertama tahun ini. Pertama, harga Komoditas yang tinggi telah menyumbang terhadap penerimaan pajak.
Kedua, pertumbuhan ekonomi yang kuat memberi kontribusi ke penerimaan pajak khususnya terlihat melalui penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri dan PPN impor. Perekonomian tumbuh 5,01% pada kuartal I dan perkiraan Kemenkeu serta Bank indonesia perutmbuhanya masih di atas 5% pada kuartal II lalu.
ketiga, basis penerimaan pajak pada semester I 2021 relatif rendah. Pasalnya, pada tahun lalu pemerintah masih banyak menggelontorkan insentif pajak yang hampir tersebar di seluruh sektor usaha, tujuannya mendukung pemulihan ekonomi.
Keempat, dampak dari implementasi beleid baru perpajakan UU Harmonisasi Peraturan perpajakan (UU HPP). Hal ini terlihat dari penerimaan pajak dari program Tax Amnesty Jilid II serta penyesuaian tarif PPN mulai April.