Produksi Surplus, Bulog Berencana Ekspor Jagung dan Beras
Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) berencana mengekspor jagung dan beras ke negara tetangga. Ekspor dilakukan karena produksi jagung dan beras yang mengalami surplus.
Kepala Divisi Pengadaan Komoditi Perum Bulog Budi Cahyanto mengatakan Perum Bulog akan bekerja sama dengan Kedutaan Besar Filipina untuk merealisasikan ekspor jagung tersebut. Jagung yang diekspor akan berasal dari petani lokal.
"Saya sudah menghubungi KBRI Manila, agar bisa membantu merealisasikan ekspor jagung. Kami akan ekspor dalam waktu dekat," kata Budi dalam webinar "Tantangan Pangan Hadapi Krisis Global", Jumat (19/8).
Budi menjelaskan, masih terdapat masalah untuk memproduksi jagung sebagai pakan ternak, yakni masalah pengeringan. Ia berencana membangun enam titik pusat pengeringan jagung (CDC) dengan kapasitas produksi untuk setiap titik sebanyak 120 ton per hari. Saat ini, total produksi jagung kering besutan Bulog mencapai 108.000 ton per tahun.
Selain untuk meningkatkan kualitas jagung yang akan diekspor, Budi mengatakan investasi enam unit pakan memungkinkan Bulog untuk memiliki stok berulang atau revolving stock. Dengan demikian, Bulog dapat mengendalikan harga dan ketersediaan jagung di dalam negeri.
"Pengoperasian CDC ini akan dimulai pada Desember 2022. Jagung ini untuk pakan ternak ayam, sehingga stoknya mudah-mudahan aman," kata Budi.
Budi mengatakan, fasilitas CDC menjadi penting lantaran jagung merupakan komoditas pangan yang mudah kadaluarsa akibat jamur. pengeringan dengan CDC akan menambah umur simpan jagung pasca panen.
Budi mencatat, volume surplus produksi jagung nasional mencapai 3 juta ton per tahun. Namun demikian, kondisi tersebut belum dapat dimanfaatkan karena minimnya fasilitas pengeringan di dalam negeri.
Selain jagung, menurut Budi, Bulog juga siap untuk mengekspor beras ke beberapa negara tetangga maupun negara-negara di Timur Tengah. Ekspor beras kemungkinan akan dilakukan untuk jenis Rojolele dan Pandan Wangi.
Budi menilai, beras produksi dalam negeri memiliki keunggulan dibandingkan mayoritas beras yang kini beredar dari Thailand dan Vietnam. Menurutnya, beras buatan Indonesia lebih pulen setelah dimasak, sedangkan beras dari Thailand dan Vietnam lebih kering.
Badan Pusat Statistikmencatatv total produksi beras pada 2019-2021 konsisten lebih dari 31 juta ton. Pada 2021, volume produksi beras nasional mencapai 31,4 juta ton, sedangkan rata-rata konsumsi beras nasional sekitar 30 juta ton.
Stok beras pada akhir kuartal I-2022 adalah 9,11 juta ton, sementara itu pada akhir semester I-2022 mencapai 9,71 unit. Stok terbesar per Juni 2022 ada di rumah tangga atau sebanyak 6,6 juta ton. Rata-rata stok beras di rumah tangga konsumen adalah 9-10 kilogram (kg) per rumah tangga. Adapun, rata-rata stok di rumah tangga produsen mencapai 390-443 kg per rumah tangga produsen.
Stok terbanyak disimpan oleh Perum Bulog yang mencapai 1,11 juta ton. Adapun, stok di pedagang sebanyak 1,04 juta ton, di penggilingan sekitar 690.000 ton, dan di hotel, restoran, kafe, dan industri lainnya sebanyak 280.000 ton.