BI Sudah Naikkan Suku Bunga Dua Kali, Kapan Berakhir?
Bank Indonesia mengejutkan pasar dengan kenaikan suku bunga 50 bps menjadi 4,25%, kenaikan suku bunga kedua pada tahun ini. Namun demikian, bank sentral optimistis inflasi ke depan bisa terkendali sehingga kenaikan bunga agresif seperti bank sentral lain tidak diperlukan.
Kenaikan suku bunga BI kemarin sebesar 50 bps melanjutkan kenaikan bulan sebelumnya 25 bps. Kenaikan ini berada di atas ekspektasi para ekonom yang sebelumnya memperkirakan BI hanya akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps.
BI merevisi perkiraan inflasinya tahun ini seiring kenaikan harga BBM menjadi di atas 6%, dengan inflasi inti yang diperkirakan mencapai puncaknya pada akhir tahun di level 4,6%.
"Kami optimis dengan sinergi yang sangat erat antara pusat dan daerahx serta 46 kantor perwakilan BI sehingga tentu saja second round effect (dari kenaikan BBM) bisa lebih terkendali, inflasi juga relatif terkendali dan keperluan kenaikan suku bunga lebih agresif tidak diperlukan di Indonesia," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers secara daring, Kamis (23/9).
Kenaikan dua kali lipat pada pertemuan ini, menurut BI, adalah langkah front loading, preemptive dan forward looking. Kenaikan yang besar dilakukan lebih awal untuk menurunkan ekspektasi inflasi, serta target inflasi inti diturunkan di bawah 4% pada paruh kedua tahun depan. Pasalnya, efek kenaikan suku bunga terhadap inflasi biasanya butuh waktu sekitar satu tahun.
Inflasi headline diperkirakan melonjak bulan ini menjadi 5,89% secara tahunan, dari bulan lalu masih 4,69%. Namun, menurut dia, tekanan inflasi kemungkinan hanya berlangsung hingga akhir tahun dan diramal mulai melandai memasuki tahun depan.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan suku bunga masih akan naik di sisa tiga pertemuan bank sentral tahun ini. BI diperkirakan masih akan menaikkan 50-100 bps sampai akhir tahun.
"Mereka pasti akan lihat situasi eksternal, perkembangan inflasi dari bulan ke bulan, perkembangan perdagangan, mereka akan menyesuaikan kebijakan moneter, bacaannya sih masih akan naik sampai akhir tahun," kata David, Jumat (23/9).
Ia mengatakan, fokus utama BI saat ini adalah menurunkan inflasi, di samping memperhatikan faktor eksternal dari pengaruh kebijakan The Fed. Ia melihat kemungkinan kenaikan suku bunga masih akan berlanjut hingga awal tahun depan sebesar 25-50 bps.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman melihat ruang bagi bank sentral kembali menaikkan suku bunga masih terbuka. Suku bunga diramal masih akan naik 75 bps lagi hingga akhir tahun, dan 25 bps pada tahun depan.
Menurut dia, tekanan bagi BI untuk menaikkan suku bunga berasal dari faktor-faktor eksternal dan domestik. Faktor ekster antara lain adalah sinyal The Fed yang semakin hawkish setelah menaikkan suku bunganya 75 bps sehari sebelum pertemuan BI. Hal ini memicu keluarnya modal asing dan menekan nilai tukar.
Sementara faktor internal, menurut David, adalah dorongan menaikan suku bunga datang dari tekanan inflasi yang diperkirakan masih akan tinggi setidaknya hingga pertengahan tahun depan. Perkiraan Bank Mandiri, inflasi headline berada di rentang 5%-6% pada akhir tahun ini.
"Dengan tekanan yang datang dari sisi eksternal berupa depresiasi rupiah dan dari sisi domestik berupa inflasi tinggi, kami memandang bahwa BI perlu lebih agresif berpindah dari kebijakan moneter longgar ke kebijakan menaikkan suku bunga untuk memastikan stabilitas," kata Faisal dalam risetnya kemarin.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memperkirakan BI masih akan menaikkan suku bunga sehingga mencapai 5% hingga 5,25% pada akhir tahun ini. Kenaikan bunga diperlukan untuk mendukung kondisi pasar Surat Berharga Negara dan nilai tukar rupiah.
"Kenaikan suku bunga acuan BI diperkirakan berpotensi juga berdampak pada sektor riil dan pasar keuangan," ujar Josua.
Menurut dia, perubahan suku bunga acuan BI akan direspon oleh suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) yang selanjutnya berpengaruh pada kenaikan suku bunga perbankan, termasuk kredit. Meskipun demikian, menurut dia, proses transmisi kenaikan bunga aucuan ke bunga kredit perbankan cenderung bervariasi mengingat kondisi likuiditas dan risk appetite masing-masing bank juga bervariasi.
"Ini membuat dampaknya pada pertumbuhan ekonomi tahun 2022 ini cenderung terbatas, mengingat transmisi suku bunga yang memerlukan waktu penyesuaian setidaknya 2-3 kuartal," ujarnya.
Ia pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini masih akan mencapai 5%. Namun, pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat pada tahun depan menjadi di bawah 5%.