Prospek Ekonomi Cina Suram, Tersandera Covid-19 dan Krisis Properti
Bank Dunia memangkas prospek pertumbuhan ekonomi Cina pada tahun ini dari ramalan pada April sebesar 5% menjadi 2,8%. Ekonomi Cina pada tahun depan juga diperkirakan hanya akan mencapai 4,5% karena masih akan menghadapi dua tantangan utama, yakni pandemi Covid-19 dan krisis properti.
Prospek ekonomi terbesar kedua di dunia yang lebih suram ini membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan wilayah Asia Timur dan Pasifik turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 5% menjadi 3,2%. Cina menguasai 86% output dari perekonomian wilayah tersebut.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk regional Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo menjelaskan, ekonomi Cina menghadapi dua masalah utama, yakni dampak Covid-19 dan masalah di sektor real estate. Aaditya melihat, kebangkitan ekonomi Cina dalam jangka pendek sangat bergantung terhadap penanganan penyebaran Covid-19 sehingga mobilitas dan ekonomi bisa kembali berjalan normal.
Cina berbeda dengan banyak negara lain yang sudah mulai berdamai dengan Covid-19. Negara Tembok Raksasa ini masih memiliki target nol Covid-19 sehingga masih memberlakukan pembatasan jika terdapat wilayah yang mengalami kenaikan kasus.
Pemulihan ekonomi Cina, menurut dia, juga bergantung pada seberapa efektif pemerintah mengatasi masalah di sektor real estate, baik lewat reformasi fiskal pemerintah daerah maupun reformasi lebih lanjut di sektor keuangan.
"Jadi masih menjadi pertanyaan bagaimana Cina akan menyelesaikan dua masalah yang paling dekat ini," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (27/9).
Ia mengatakan, Cina juga memiliki tantangan struktural dalam jangka panjang, di luar dampak pandemi, perang, dan suku bunga tinggi. "Tren pertumbuhan berpotensi menurun karena perubahan demografis, produktivitas menurun dan karena model investasi yang didukung oleh utang ini tidak berkelanjutan," ujar Aaditra.
Cina juga menghadapi tantangan untuk bisa tumbuh lebih inklusif dan ramah lingkungan dengan mendorong transisi menuju energi terbarukan. Negera Panda ini didorong untuk mengurangi ketergantungan terhadap ekspor dan investasi sebagai mesin utama ekonominya, dan mulai beralih kepada konsumsi domestik.