RUU PPSK Ubah Hukuman untuk Penjahat Sektor Keuangan, Lebih Ringan?
Rancangan Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (RUU PPSK) akan mereformasi ketentuan penegakan hukum di sektor keuangan. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan memprioritaskan pemulihan kerugian korban melalui mekanisme restorative justice ketimbang memberi sanksi pidana.
"UU ini menetapkan prinsip keadilan dan restorative, maka penggunaan sanksi pidana benar-benar sebagai upaya terakhir atau ultimum remedium," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI, Kamis (10/11).
Sri Mulyani mengatakan, pelanggaran tindak pidana di sektor keuangan merupakan bagian dari tindakan pelanggaran di bidang ekonomi. Pelanggaran ini pada hakikatnya menjadi pelanggaran yang muncul dari hubungan keperdataan dan aspek bisnis yang berlaku di sektor keuangan.
Hukuman pidana, menurut dia, dapat dijatuhi kepada pihak-pihak yang telah menimbulkan kerugian yang bukan karena mekanisme pasar. Namun dalam merespons tindak pidana tersebut, Sri Mulyani menyebut penegakan hukum tidak harus selalu dengan pemberian sanksi pidana. RUU PPSK sebagai alternatifnya akan mengakomodasi agar respons terhadap tindakan tersebut lebih mengendapkan pemulihan terhadap kerugian yang dialami korban atau lebih dikenal sebagai skema restorative justice.
"Dalam hal pihak yang telah menimbulkan kerugian atau pelaku tindak pidana ekonomi, mengakui dan memberi ganti rugi sesuai mekanisme yang berlaku sehingga keadaan kerugian korban pulih pada keadaan semula, maka penghindaran pemberian sanksi pidana berupa penjara perlu dipertimbangkan terhadap tindak pidana tersebut," kata Sri Mulyani.
Selain lebih meminimalisasi sanksi pidana, Sri Mulyani menyebut reformasi penegakan hukum sektor keuangan juga mencakup penyesuaian nominal sanksi pidana denda dan lamanya waktu pemidanaan. Selain itu, penegakan hukum akan diharmonisasi pada masing-masing industri di sektor keuangan.