Sri Mulyani Lebih Optimistis Ketimbang BI soal Ekonomi RI Tahun Depan
Menteri Keuangan Sri Mulyani lebih optimistis melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan dibandingkan Bank Indonesia. Ia masih meyakini pertumbuhan ekonomi dapat mencapai target APBN 2023 sebesar 5,3% meski downside risk atau risiko penurunan ekonomi meningkat.
"Kalau untuk proyeksinya kami tetap menggunakan yang ada di dalam UU APBN yang asumsinya di 5,3%. Namun memang kata-kata waspada itu menggambarkan donwside risknya muncul sangat kuat," kata Sri Mulyani ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Rabu (23/11).
Risiko yang dimaksud Sri Mulyani, terutama berasal dari luar negeri. Ia mengistilahkan lingkungan global tengah menghadapi 'turbulensi'. Perang Rusia dan Ukraina telah menyundut tekanan inflasi dunia meningkat yang kemudian mendorong kebijakan moneter yang makin ketat.
Kombinasi inflasi tinggi yang diikuti pengetatan moneter menyebabkan perekonomian di beberapa negara melemah. Kalaupun lolos dari pertumbuhan negatif, menurut dia, beberapa negara akan menghadapi perlambatan signifikan dengan pertumbuhan positif yang kecil.
Ia juga menekankan, tantangan bukan hanya dari inflasi dan kondisi moneter yang ketat. Risiko ekonomi tahun depan juga berasal dari perlambatan ekonomi Cina akibat kebijakan penanganan Covid-19. Ekonomi dunia bisa terpengaruh jika Cina melanjutkan kebijakan penguncian wilayah.
Berbagai faktor global tersebut berpotensi mempengaruhi ekonomi domestik. "Tapi seberapa besar downside risknya, nanti kita akan lihat sampai akhir tahun ini," ujar Sri Mulyani.
Bank Indonesia sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan melambat menjadi 4,37%. Analis menyebut asumsi BI tersebut mengejutkan pasar pasalnya jauh di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan pertumbuhan dapat berada di kisaran 5% maupun target dalam APBN 2023 sebesar 5,3%.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi tersebut disampaikan BI sebagai asumsi dalam Rencana Anggaran Tahunan BI (RATBI) 2023 yang disampaikan kepada Komisi XI DPR kemarin (22/11). BI melihat pertumbuhan ekonomi tahun depan akan melambat dari perkiraan tahun ini 5,12%. Meski demikian, BI menyebut prospek pertumbuhan tersebut tetap tinggi didorong oleh permintaan domestik, yakni konsumsi dan investasi serta kinerja ekspor yang masih tetap positif meski melambat.
Asumsi tersebut disampaikan BI dengan berbagai risiko yang membayangi perekonomian global tahun depan. Gubernur BI Perry Warjiyo mengingatkan perlunya mewaspadai dampak perlambatan ekonomi dunia ke dalam negeri. Bank sentral juga pesimistis dengan pertumbuhan global tahun depan. Perhitungan BI dengan risiko terburuk, ekonomi dunia hanya akan tumbuh 2%. Bank sentral juga melihat risiko bahkan bukan lagi hanya stagflasi, melainkan sudah bergerak ke resflasi alias resesi dan inflasi tinggi.
Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dalam perkiraan terbarunya juga melihat terjadi perlambatan di ekonomi Indonesia tahun depan. Pertumbuhan tahun depan diperkirakan 4,7% dari tahun ini yang diramal tumbuh kuat hingga 5,3%.
Beberapa risiko yang dihadapi Indonesia versi OECD antara lain pertumbuhan konsumsi akan tertahan oleh kenaikan inflasi. Selain itu, gejolak sosial dan politik menjelang tahun Pilpres 2024 bisa mendistorsi persepsi investor internasional terhadap kekuatan perekonomian Indonesia.