Sri Mulyani Lihat Ekspor Mulai Melambat, Waspadai Ekonomi Tahun Depan
Perlambatan ekonomi global mulai mempengaruhi ekonomi domestik melalui jalur perdagangan. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, ekspor barang-barang Indonesia mulai melambat pada bulan lalu sekalipun surplus neraca dagang masih berlanjut.
Nilai ekspor Indonesia pada bulan lalu sebesar US$ 24,12 miliar, turun 2,5% dibandingkan bulan sebelumnya. Nilai ekspor ini sudah turun selama tiga bulan beruntun dan mencapai level terendah dalam enam bulan terakhir pada November.
"Yang harus kita waspadai adalah pertumbuhan secara bulanan. Jadi antara Oktober ke November sudah mulai ada indikasi penurunan pertumbuhan ekspor," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA edisi Desember 2022, Selasa (20/12).
Kinerja ekspor pada November masih ditopang oleh ekspor nonmigas. Komoditas penopangnya, antara lain sawit dan pertambangan terutama batu bara dan tembaga. Di sisi lain, ekspor migas melemah akibat penurunan volume ekspor gas alam dan minyak bumi.
Menurut Sri Mulyani, melemahnya ekspor Indonesia bulan lalu seiring dengan mulai melambatnya perekonomian dunia. Perekonomian banyak negara melemah karena kenaikan inflasi kemudian direspon dengan kenaikan suku bunga oleh banyak bank sentral. Pelemahan ekonomi ini banyak terjadi di negara tujuan ekspor Indonesia sehingga tentunya akan mempengaruhi permintaan terhadap barang ekspor Indonesia.
"Sehingga kami juga harus mewaspadai pengaruhnya pada kinerja ekspor kita ke depan," kata Sri Mulyani.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat ekspor Indonesia kemungkinan masih akan solid paling tidak hingga pertengahan tahun depan. Ini karena harga komoditas yang masih tinggi sehingga nilai ekspor terutama produk komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara dan CPO akan menjaga kinerja ekspor secara keseluruhan.
Sinyal pelonggaran kebijakan zero-Covid-19 di Cina dan masih tetap kuatnya pertumbuhan ekonomi India menjadi alasan lain ekspor kemungkinan masih bisa solid tahun depan. Namu, kinerja ekspor diperkirakan akan mulai turun pada paruh kedua tahun depan sering moderasi harga komoditas.
"Di sisi lain, permintaan ekspor ke negara maju terutama di Amerika Serikat dan Eropa, khususnya produk manufaktur seperti alas kaki, tekstil, dan furniture kemungkinan cenderung menurun, tetapi ekspor komoditas masih solid sampai semester pertama," kata Josua saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (19/12).
Ia memperkirakan neraca dagang masih akan menciptakan surplus jumbo antara US$ 45-50 miliar pada tahun depan. Surplus neraca perdagangan tahun depan diperkirakan lebih tinggi dibandingkan 2021, tetapi tidak akan setinggi tahun ini.