Tak Ada Tax Amnesty, Mungkinkah Target Pajak 2023 Rp 1.718 Tembus?
Pemerintah menargetkan penerimaan pajak pada tahun depan mencapai Rp 1.718 triliun, target besar yang sering disebut para pejabat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai angka 'menjelang magrib'. Target ini naik dibandingkan tahun ini sekalipun prospek ekonomi tahun depan cukup suram dengan kemungkinan penurunan harga komoditas.
Staf Ahli Bidang kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal tidak secara terang-terangan menyampaikan optimismenya untuk mengejar target tahun depan. Namun, ia menyebut berbagai faktor sudah diperhitungkan para pegawai pajak.
"Target tahun depan akan ada bagian yang tidak terulang lagi, seperti Program pengungkapan Sukarela (PPS) yang menyumbang Rp 61 triliun," kata Yon dalam video podcast di youtube Ditjen Pajak, Kamis (29/12).
Kenaikan harga komoditas yang juga menjadi faktor pendorong penerimaan pajak pada tahun ini berpotensi tak terulang. "Memang pada waktu itu, Pak Dirjen menghitung angka Rp 1.718 triliun sudah cukup reasonable untuk melangkah ke 2023," kata dia.
Target penerimaan pajak dalam APBN 2023 naik 15,7% dibandingkan target tahun ini yang tertuang dalam Perpres 98/2022. Yon mengatakan, setoran pajak terus naik setelah sempat anjlok mendekati level Rp 1.000 triliun pada tahun pertama pandemi Covid-19.
Yon Bercerita, penerimaan pajak pertama kali melampaui level Rp 1.000 triliun pada 2015, kemudian terus naik hingga 2019mencapai Rp 1.332,7 triliun. Namun, setoran pajak menyusut pada 2020 akibat dihantam pandemi, tetapi berhasil bangkit pada tahun lalu meski belum kembali ke level pra pandemi.
Penerimaan pajak akhirnya berhasil melampaui level sebelum pandemi pada tahun ini. Realisasi hingga 14 Desember bahkan sudah mencapai Rp 1.634,4 triliun dan melampau target tahun depan.
"Target tahun depan itu target menjelang magrib karena jumlahnya Rp 1.718 triliun. Kalau bercandanya pak Dirjen Pajak itu, target menjelang magrib (antara 17.00 dan 18.00), memang kalau dilihat ini sesuatu angka yang sangat besar," kata Yon.
Peneliti Perpajakan Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, kinerja moncer setoran pajak tahun ini bukan hal yang wajar alias kondis extraordinary. Berbeda dengan tahun depan, ada risiko yang cukup tinggi untuk mencapai target lebih dari Rp 1.700 triliun tersebut.
Beberapa faktor risiko yang membayangi penerimaan pajak tahun depan antara lain, pelemahan kondisi ekonomi global yang kemudian melemahkan permintaan dan menekan ekspor. Di sisi lain, harga komoditas yang menjadi salah satu pendorong utama tingginya setoran pajak tahun ini juga kemungkinan sedikit berkurang pada tahun depan.
Meski demikian, Fajry masih melihat target tahun depan masih realistis. Target sebesar Rp 1.718 triliun tersebut sebetulnya lebih rendah dari perkiraan penerimaan pajak tahun ini yang mencapai Rp 1.823,6 triliun.
"Pemerintah harus bergegas melakukan antisipasi dan jika diperlukan dapat mengambil extraordinary measure untuk menjaga pertumbuhan pajak tetap positif di tahun 2023. Extra effort yang dilakukan oleh DJP akan menjadi kunci kinerja penerimaan pajak di tahun 2023 dengan mengoptimalkan reformasi perpajakan melalui UU HPP," kata Fajry dalam dokumen hasil kajiannya, dikutip Kamis (29/12).
Fajry pun menyarankan pemeirntah untuk segera menerbitkan aturan turunan UU HPP untuk mengoptimalkan penggalian potensi penerimaan pajak lewat beleid baru tersebut. Dalam beberapa peraturan turunan yang sudah terbit juga sebagian besar masih membutuhkan aturan setingkat menteri dan teknis.