BI Beberkan Dampak Alotnya Negosiasi Plafon Utang AS ke RI
Bank Indonesia menyebut alotnya negosiasi kenaikan plafon utang pemerintah AS telah meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global. Kondisi ini menyebabkan mayoritas mata uang dunia ramai-ramai melemah akibat dolar AS yang menguat, termasuk rupiah.
"Dampaknya ke seluruh dunia dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global, antara lain dolar AS yang menguat terhadap seluruh mata uang dunia serta kenaikan imbal hasil yield US Treasury," kata Gubernur BI Perry Wariyo dalam konferensi pers, Kamis (25/5).
Perry memperkirakan, tekanan pasar keuangan global kemungkinan mulai mereda memasuki bulan depan. Ini karena kesepakatan antara pemerintah dan DPR AS soal kenaikan plafon utang kemungkinan tercapai setidaknya awal bulan depan atau pertengahan Juni.
Meski tekanan di pasar keuangan global meningkat, Perry menyebut, masih terdapat arus modal asing masuk ke dalam negeri sebesar US$ 1 miliar selama kuartal kedua.
"Bu Deputi Gubernur Senior Destry mengatakan ini ada anomali, kenapa suku bunga The Fed sudah mendekati puncaknya kemudian terjadi isu debt ceiling tetapi indeks dolar masih kuat, itu suatu anomali yang terjadi," kata dia.
Menurut Perry, isu plafon utang juga akan memunculkan sejumlah kemungkinan yang berkaitan dengan arah kebijakan bunga The Fed ke depan. Berdasarkan negosiasi yang ada, Partai Republik bersedia menaikkan plafon utang AS dengan syarat dilakukan pemangkasan belanja pemerintah.
Perry menyebut, kesepakatan yang dicapai nantinya plafon utang dinaikan dengan pemangkasan belanja, ada peluang suku bunga The Fed bisa segera turun atau tidak bertahan lama. Pasalnya, pemangkasan belanja diperkirakan bisa mempengaruhi penurunan kinerja ekonomi dan inflasi yang berujung terhadap arah kebijakan bunga.
Di sisi lain, ia memastikan pihaknya akan menempuh upaya untuk menjaga agar tekanan nilai tukar tidak terlalu dalam sebagai dampak ketidakpastian pasar keuangan global. Dua langkah yang ditempuh, pertama, intervensi tiga lapis yakni intervensi pasar spot, DNDF, dan pasar obligasi.
Kedua, bank sentral masih akan melanjutkan operasi twist. Melalui langkah ini, BI menjual SBN jangka pendek agar yield naik dan menarik minat masuknya investasi portofolio asing ke dalam negeri.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede sebelumnya mengatakan, alotnya kesepakatan plafon utang AS telah menjadi perhatian pasar setidaknya dua pekan terakhir. Hal ini mempengaruhi minat investor untuk menanamkan modalnya ke aset berisiko termasuk di Indonesia.
Namun, Josua menyebut dampaknya relatif terbatas. Hal ini tercermin dari outflow atau aliran keluar modal asing dari pasar obligasi pemerintah Indonesia dan pasar saham relatif kecil. Selain itu, tekanan terhadap nilai tukar juga tak signifikan. Kurs garuda dinilai masih stabil.
Di sisi lain, imbal hasil atau yield surat utang pemerintah AS yang meningkat karena kekhawatiran default tak serta merta mengerek yield surat utang pemerintah Indonesia. Ia menyebut yield di dalam negeri justru menurun yang mencerminkan minat investor masih positif.
"Kami melihat ada kepercayaan diri dari investor domestik yang mendorong penurunan yield surat utang pemerintah Indonesia saat kepemilikan asing justru turun atau terjadi outflow," kata Josua, Rabu (24/5).
Menurutnya, sekalipun investor khawatir soal risiko default di AS, mereka juga optimistis dengan fundamental ekonomi Indonesia. Berbagai data domestik membaik seperti surplus neraca pembayaran yang meningkat dan inflasi terus turun. Berbagai perbaikan data itu yang mendukung obligasi domestik berada pada tren membaik.
Meski demikian, menurutnya tekanan ke pasar keuangan Indonesia berisiko meningkat jika kebuntuan soal plafon utang AS itu berkepanjangan dan berujung default. Namun, ia tak bisa memastikan apakah 'bencana' di AS itu kemudian bisa membalikkan rupiah ke atas Rp 15.000/US$ lagi atau justru masih bisa stabil.
Pemerintah AS telah mencapai batas maksimal penarikan uangnya. Karena itu, pemerintah perlu meminta persetujuan dari Kongres AS untuk menangguhkan atau menaikkan plafon utang. Namun kesepakatan antara pemerintahan presiden Joe Biden dengan Kongres AS tak kunjung mencapai kesepakatan.
Menteri Keuangan Janet Yellen sudah mewanti-wanti bahwa pemerintah AS akan kehabisan dana jika kesepakatan untuk menaikkan plafon utang tak tercapai hingga awal bulan depan. Ini artinya, pemerintah berisiko shut down alias tutup sementara dan tak mampu membayar semua tagihannya, termasuk membayar utang jatuh tempo yang bisa berujung default atau gagal bayar.