Bawaslu Gandeng TikTok Cegah Hoaks Jelang Pemilu 2024

Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu meneken nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan platform media sosial TikTok. Kerja sama ini dilakukan sebagai upaya mencegah penyebaran ujaran kebencian dan berita bohong atau hoaks menjelang Pemilu 2024.
"Ini merupakan yang pertama kali bagi TikTok, untuk mewujudkan Pemilu yang sehat. Pemilu sehat tanpa hoaks tanpa fitnah, tanpa kemudian harus melakukan bullying terhadap orang atau siapapun yang maju dalam kontestasi Pemilu," ujar Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja di Jakarta, Senin (18/9).
Ia menjelaskan, langkah ini adalah salah satu mitigasi risiko penyebaran informasi hoaks yang sempat merajalela di media sosial saat Pemilu 2019. Bawaslu juga bekerja sama dengan platform media sosial lainnya untuk menciptakan Pemilu yang sehat.
Bagja pun berharap platform media sosial seperti TikTok dapat menyajikan informasi atau konten edukasi Pemilu. Platform media sosial diharapkan juga dapat menyajikan rujukan bagi pemilih untuk mencari informasi tentang pemilu tanpa hoaks, tanpa fitnah berdasarkan suku, agama, dan ras.
"Kami harapkan TikTok bekerja sama dengan media sosial yang lain untuk mewujudkan saluran media sosial yang menjadi rujukan teman-teman khususnya pemilih, baik pemilih pemula maupun pemilih muda," katanya.
Public Policy & Government Relations TikTok Indonesia Faris Mufid dalam kesempatan yang sama menjelaskan, TikTok saat ini telah memiliki kebijakan terkait sejumlah larangan dalam kampanye politik. Berikut kebijakan yang diterapkan TikTok:
- Melarang iklan politik, termasuk iklan berbayar maupun kreator yang dibayar untuk membuat konten dengan elemen merek politik
- Tiktok menerapkan batasan akun.
- TikTok juga akan menonaktifkan akses ke fitur-fitur iklan pada akun yang diidentifikasi sebagai milik politikus dan partai politik
“TikTok secara proaktif menyaring dan menghapus informasi yang bersifat mis/disinformasi yang berpotensi menyesatkan, termasuk mengenai pemilu,” kata Faris.
Outreach, Partnership, Trust, and Safety TikTok Indonesia Anbar Jayadi mengatakan, pihaknya dan Bawaslu juga menggandeng beberapa dukungan dan organisasi masyarakat sipil demi mencegah disinformasi, hoaks dan maraknya politik bernuansa SARA. Beberapa di antaranya, yakni Dewan Keamanan Asia Pasifik, Anita Wahid, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Wahid Foundation, Sejiwa Foundation, hingga PLUS Indonesia.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelumnya telah mengumumkan, terdapat 204,8 juta individu yang akan menggunakan hak politik mereka pada pemilu 2024. Dari jumlah tersebut, sebanyak 31,23% dari total pemilih, atau sekitar 64 juta orang, berusia antara 17-30 tahun dan kelompok usia ini juga mendominasi pengguna internet.
Pengajar Pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini menilai, media sosial memiliki banyak kelebihan sebagai alat kampanye politik, tetapi juga menimbulkan risiko informasi yang salah. Penggunaan media sosial pun menjadi tantangan dalam penyelenggaraan pemilu. Oleh karena itu, menurut Titi, perlu ada kolaborasi antara platform media sosial.
“Instansi pemerintah dapat memanfaatkan platform media sosial dengan lebih baik dan terus mengedukasi masyarakat agar hanya mengakses sumber pemberitaan yang akurat," ujar Titi.