Sejumlah lembaga keuangan dunia meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini begitu berat. Laju kuartal pertama sebesar 2,97 % merupakan yang terendah dalam dua dekade terakhir. Triwulan kedua bahkan diperkirakan minus hingga 4,3 %. Pemerintah pun didorong bekerja keras untuk menggerakkan mesin-mesin pertumbuhan, termasuk dari belanja negara agar terhindar dari resesi dampak pandemi corona.

Pukulan Covid-19 memang begitu terasa hingga lapisan masyarakat paling bawah. Lihat saja bagaimana harapan Indrawan, 29, untuk bekerja dan memperoleh gaji penuh kembali pupus. Bioskop Cinema 21 yang menjadi tempatnya mencari nafkah selama lima tahun terakhir batal dibuka kembali pada 29 Juli ini seiring penyebaran virus corona yang masih tinggi.

Advertisement

Seluruh biskop ditutup sejak pembatasan sosial berskala besar atau PSBB diterapkan di sejumlah daerah. Bapak dua orang anak ini pun dirumahkan sejak itu dan hanya memperoleh separuh dari upah seharusnya. “Kemarin saya sudah senang, bakal kerja lagi, ternyata ditunda. Apes,” ujar Indrawan kepada Katadata.co.id. 

Meski demikian, ia bersyukur masih memperoleh gaji. Bantuan sembako pemerintah pun mampir ke rumahnya. Bagi Indrawan, yang terpenting kini adalah kebutuhan pokok keluarga tercukupi. “Sekarang yang penting bisa makan, listrik menyala dan anak tetap bisa minum susu,” katanya.

Bioskop adalah salah satu jenis usaha yang paling terdampak oleh pandemi virus corona. Hampir seluruh sektor usaha terpukul, terutama akibat pemberlakukan PSBB yang dimulai pada awal April. Hampir seluruh lapisan masyarakat mengalami guncangan pendapatan, terutama pada masyarakat kelas menengah bawah seperti tergambar dalam databoks di bawah ini.

(Baca: Risiko Penularan Corona, Pengusaha Mal Dukung Anies Tunda Buka Bioskop)

Presiden Joko Widodo menyebutkan kondisi perekonomian Indonesia saat ini masih tergolong beruntung. Menurut dia, ekonomi domestik berpotensi terkoreksi lebih dalam jika Indonesia dulu melakukan lockdown atau karantina wilayah seperti yang banyak ditempuh negara lain.

“Beruntung sekali kita sekarang ini. Meskipun di kuartal kedua pertumbuhannya kemungkinan bisa minus ke 4,3%, kuartal pertama kita masih positif 2,97%,” ujar Presiden Jokowi saat memberikan arahan kepada para gubernur seluruh Indonesia pekan lalu, seperti dikutip dari laman setkab.go.id.

Ramalan Suram dan Ancaman Resesi

Indonesia bukan satu-satunya yang mengalami kontraksi ekonomi. Hampir seluruh negara kini mencatatkan ekonomi negatif pada kuartal kedua, beberapa bahkan sudah masuk jurang resesi. Sebagai salah satu negara Asia yang mengumumkan kinerja perekonomian kuartal kedua, ekonomi Singapura merosot hingga 41,2 % dibanding kuartal sebelumnya atau 12,6 % dibanding kuartal yang sama tahun lalu. Secara teknis mengalami resesi ekonomi.

Ekonom Faisal Basri menjelaskan, ekonomi Singapura memasuki fase resesi karena dua kuartal berturut-turut mengalami kontraksi alias pertumbuhan produk domestik bruto negatif. Perekonomian negeri jiran ini sangat terpukul karena selama ini mengandalkan ekspor dan impor sebagai negara hub perdagangan.

Lantas,bagaimana dengan Indonesia? Faisal menyebut Indonesia tergolong beruntung. Peranan ekspor barang dan jasa relatif rendah dan jauh lebih rendah dari Singapura, hanya 18,4 %. Sementara peranan impor hampir sama dengan peranan ekspor, yaitu 18,9 %. Kebetulan juga impor sepanjang semester pertama tahun ini merosot lebih dalam dari ekspor.

BPS mencatat total ekspor pada Januari-Juni mencapai US$ 76,41 miliar, masih turun 5,49 % dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan total impor sepanjang semester pertama tahun ini US$ 70,91 miliar, turun 14,28% dibandingkan semester pertama tahun lalu. Secara kumulatif, neraca perdagangan pada Januari-Juni surplus mencapai US$ 5,5 miliar seperti tergambar di bawah ini.

“Kemerosotan perdagangan luar negeri justru positif buat pertumbuhan ekonomi sehingga memberikan sumbangsih dalam meredam kemerosotan pertumbuhan,” ujar Faisal dalam situs pribadinya.

Meski kinerja sepanjang semester pertama lalu masih turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, kinerja ekspor dan impor mulai membaik pada Juni seperti terlihat dalam Databoks di bawah ini.

Beberapa negara tetangga ASEAN juga lebih terpukul perekonomiannya ketimbang Indonesia. Malaysia dan Thailand, misalnya, diprediksi terkontraksi karena perdagangan luar negeri memiliki kontribusi cukup besar ke perekonomian. Peranan ekspor dan impor di Malaysia masing-masing 65 % dan 58 %, sedangkan di Thailand 60 % dan 51 %.

Adapun Vietnam, menurut Faisal, kemungkinan akan terhindar dari resesi karena ditopang investasi yang tidak anjlok tajam dan konsumsi rumah tangga dan pemerintah yang masih tumbuh positif.

Sementara untuk Indonesia, tumpuan agar terhindar dari krisis lebih dalam adalah dengan menggenjot belanja pemerintah dan menahan laju penurunan konsumsi rumah tangga. Keduanya merupakan penopang utama perekonomian domestik dengan kontribus 57 % terhadap PDB. “Investasi yang merupakan penyumbang terbesar kedua tidak dapat diandalkan karena dunia usaha fokus mempertahankan produksi yang ada,” kata Faisal Basri.

Berbagai macam bantuan kepada masyarakat yang rentan terhadap dampak Covid-19 dinilai sangat membantu menopang daya beli masyarakat. Untuk itu, kenaikan nilai bantuan dan peningkatan jumlah penerima sangat penting.

Di sisi lain, langkah untuk menanggulangi penyebaran Covid-19 tak kalah penting. “Kalau Covid-19 bisa segera dijinakkan, kita berpeluang tidak mengalami resesi karena ekonomi kuartal ketiga masih ada kemungkinan positif kembali,” ujarnya.

(Baca: Tiongkok Bangkit saat Resesi Global, Ekonomi Kuartal II Tumbuh 3,2%)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement