Ekonom Nilai Jokowi Belum Perlu Rombak Menteri Ekonomi Saat Ini

Rizky Alika
Oleh Rizky Alika - Dimas Jarot Bayu
30 Juni 2020, 20:40
Presiden Joko Widodo (tengah) memimpin rapat kabinet terbatas mengenai percepatan penanganan dampak pandemi COVID-19 di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (29/6/2020).
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Pool/wsj.
Presiden Joko Widodo (tengah) memimpin rapat di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (29/6/2020). Ekonom menganggap Jokowi belum perlu merombak kabinet saat ini.

Ancaman Presiden Joko Widodo untuk mengocok ulang (reshuffle) kabinet mencuat setelah ia geram dengan upaya penanganan virus corona Covid-19 yang tidak optimal. Namun ekonom menilai hal tersebut belum perlu dilakukan saat ini.

Ancaman ini lantas dimaknai beragam oleh sejumlah pihak. Segenap partai politik, baik yang menjadi koalisi maupun oposisi, juga ikut menanggapi peringatan yang disampaikan Jokowi secara langsung dalam sidang kabinet paripurna pada 18 Juni 2020 itu

Namun pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi khawatir perombakan kabinet dapat menganggu keberlangsungan kebijakan yang telah berjalan. Apalagi saat ini semua pihak sedang fokus mengatasi dampak krisis.

"Ini bukan saat yang tepat, kan sedang kritis, reshuffle ekstrim dilakukan dapat mengganggu tatanan yang ada," kata Fitra kepada Katadata.co.id, Selasa (30/6).

(Baca: Kejengkelan Jokowi dan Ancaman Reshuffle Kabinet Buntut Pandemi)

Selain itu Fitra menilai kinerja menteri ekonomi saat ini sudah cukup baik. Sebagai contoh, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mempersiapkan dampak Covid-19 sejak Januari meskipun belum banyak pihak yang mempertimbangkan dampak penyakit tersebut ke Tanah Air.

Sri Mulyani juga dianggap membuat kebijakan penanganan ekonomi secara cepat dan sistematis. Alokasi biaya lebih dari Rp 600 triliun untuk menangani Covi-19 juga dianggap menjanjikan.

Selain Menkeu, Fitra juga menilai kinerja Menteri Perdagangan Agus Suparmanto telah menunjukkan hasil yang baik. Hal ini tercermin dari surplus neraca perdagangan selama Januari-Mei 2020 sebesar US$ 4,31 miliar.

Selain itu, Agus dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga dinaggap telah mengendalikan inflasi dengan baik. "Meski lebih banyak disebabkan oleh penurunan daya beli, tapi stok cukup memadai," ujar dia.

Dia juga menganggap kerja Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir hingga Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama juga cukup maksimal. Oleh karena itu, ia memperkirakan ancaman Jokowi hanya bersifat gertakan untuk mendorong kinerja para menteri. "Secara keseluruhan bukan salah pada menteri, tapi bagaimana perkuat komunikasi," katanya.

Sedangkan Direktur Eksekutif Institute Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan belum ada menteri bidang ekonomi yang perlu dirombak saat ini. Dia menjelaskan alasannya karena penilaian kinerja baru bisa dilakukan setelah data pertumbuhan ekonomi triwulan II diumumkan.

Namun Tauhid berharap ada perubahan cara kerja dari setiap menteri ekonomi agar program pemulihan ekonomi nasional berjalan efektif. Sebagai contoh bila pertumbuhan konsumsi rumah tangga rendah berarti ada permasalahan pada penyaluran bantuan sosial (bansos).

"Data pertumbuhan ekonomi itu jadi ceminan sektor mana yang bermasalah," ujar dia.

Namun Tauhid memprediksi perombakan kabinet di tengah krisis dan pandemi tidak akan menimbulkan risiko terhadap pemerintah. Sebabnya berbagai kebijakan sudah ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2021 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). "Jadi menteri baru tinggal manajemen kerja di lapangan," katanya.

Tiga Makna Ancaman 

Dari sisi politik, Direktur Eksekutif Charta Politik Yunarto Wijaya memprediksi ada tiga makna berbeda dari ancaman reshuffle. Pertama, peringatan tersebut merupakan teguran ke para menteri dengan cara menyampaikan langsung capaian kinerja mereka ke hadapan publik.

"Sehingga diharapkan ada stimulus melalui 'cubitan' ini supaya menteri bekerja lebih baik," kata Yunarto saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (29/6).

(Baca: Jokowi Ancam Reshuffle Kabinet, Kinerja Beberapa Sektor Disorot)

Kedua, Jokowi memang sudah memiliki rencana reshuffle kabinet. Hanya saja, dia ingin mengetahui respons publik terkait wacana yang disampaikannya terlebih dahulu.

Ini lantaran publik terbelah dalam menilai wacana perombakan kabinet di tengah pandemi corona. Menurutnya, ada sebagian masyarakat yang menganggap wacana tersebut sudah tepat karena pemerintah butuh kerja cepat.

Namun ada pula yang menilai kocok ulang posisi di kabinet tidak tepat karena kerja pemerintah harus kembali mulai dari awal. "Sehingga ada upaya testing the water melihat respon dari publik, yang saya lihat cukup positif ya sebenarnya," kata Yunarto.

Ketiga, hal ini adalah pertanda kepastian Jokowi melakukan reshuffle kabinet. Yunarto menjelaskan publikasi video pidato Jokowi dalam sidang kabinet paripurna itu merupakan sinyal awal dari Kepala Negara terkait pergantian personel.

Tujuannya agar publik tak akan kaget dengan pemecatan menteri di tengah pandemi. "Termasuk para stakeholder, baik partai atau menteri-menteri tersebut (tidak kaget dengan reshuffle)," kata dia.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...