Polisi Cium Dugaan Pidana, Kasus Kebakaran Kejagung Naik ke Penyidikan
Kepolisian RI meningkatkan penanganan kasus kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung dari penyelidikan jadi penyidikan. Hal ini lantaran hasil pemeriksaan penyidik menemukan ada dugaan tindak pidana dalam kebakaran tersebut.
Pengumuman tersebut disampaikan Polri usai gelar perkara bersama Kejaksaan Agung, Kamis (17/9). Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengatakan terbakarnya gedung tersebut bukan disebabkan putusnya arus listrik tapi diduga karena nyala api terbuka.
“Penyidik berkesimpulan ada dugaan tindak pidana,” kata Listyo dalam konferensi pers dilansir dari Antara, Kamis (17/9).
Listyo mengatakan api diduga berasal dari lantai 6 Ruang Rapat Biro Kepegawaian dan merembet ke lantai lain. Sebelum kebakaran, ada sejumlah tukang yang sedang merenovasi lantai tersebut.
Selain itu aparat menemukan adanya akselerator yakni minyak dengan senyawa hidrokarbon sehingga api cepat menjalar. “Gedung hanya disekat bahan mudah terbakar seperti gipsum, lantai parket, dan bahan mudah terbakar lain,” katanya.
Penyidik juga juga telah memeriksa saksi yang mengetahui kejadian dan berusaha memadamkan api namun gagal. Ini lantaran gedung tersebut tak memiliki sarana memadai guna menjinakkan si jago merah. “Sehingga api membesar dan meminta bantuan Dinas Pemadam Kebakaran,” kata Listyo.
Saat ini kepolisian masih memeriksa saksi-saksi terkait peristiwa tersebut. Aparat juga mengancam tersangka dengan Pasal 187 atau 188 KUHP dengan ancaman minimal lima tahun bui. “Kami tak ragu memproses siapa yang terlibat,” katanya.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sebelumnya mengatakan seluruh berkas-berkas penanganan perkara yang tengah dilakukan aman. Dia juga memastikan musibah ini tak mengganggu kerja Korps Adhyaksa. "Jadi berkas perkara dan tahanan aman," kata dia beberapa pekan lalu.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta aparat membongkar kasus ini dengan jelas untuk mengetahui apakah kebakaran terjadi karena kelalaian atau kesengajaan. "Harus diteruskan dengan menetapkan pihak-pihak yang diduga terlibat," kata Ketua Komisi Hukum DPR Herman Herry dalam keterangan tertulis, Kamis (17/9).