WHO Minta Pemerintah Pacu Tes dan Pelacakan Kasus Corona saat PSBB

Rizky Alika
18 September 2020, 19:44
who, psbb, virus corona
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.
Petugas Puskesmas Kecamatan Gambir melakukan tes usap (swab test) ke pedagang di Pasar Thomas, Jakarta, Rabu (17/6/2020). Pemeriksaan tes usap di sejumlah pasar secara langsung tersebut dilakukan guna memutus rantai penularan COVID-19.

Sejumlah daerah kembali melakukan pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penularan virus corona. Namun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan agar mereka memacu tes dan penelusuran kontak positif bersamaan pengetatan.

Hal ini perlu dilakukan agar PSBB bisa efektif menurunkan kasus positif corona. Oleh sebab itu dua langkah ini dianggap sebagai kunci yang perlu dipacu pelaksanaannya oleh pemerintah.

Advertisement

Pengetatan pembatasan diambil sejumlah daerah seperti DKI Jakarta dan sejumlah daerah di Provinsi Banten. Sedangkan Jawa Barat menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM) di wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek).

“WHO bilang standarnya 30 per satu kasus artinya 30 dilacak dan dites. Kalau dilakukan bersama maka kurva akan melandai,” kata Penasihat Direktur Jenderal WHO bidang Gender dan Kepemudaan Diah Satyani Saminarsih dalam Indeks Kewaspadaan Covid-19 Katadata.co.id X KawalCOVID19 bertajuk Gas-Rem PSBB, Bagaimana Yang Efektif?, Jumat (18/9).

Langkah ini menjadi hal yang bisa dilakukan lantaran saat ini sulit untuk memilih antara mendahulukan aspek kesehatan atau ekonomi untuk menangani dampak pandemi. Diah menyoroti hal ini terjadi karena regulator telat menangani penularan Covid-19 saat PSBB pertama.

“Karena orang akan (bersedia) ada di rumah kalau masih punya tabungan. Namun tabungan sudah habis saat PSBB sebelumnya,” kata Diah.

Pemerintah juga perlu membenahi cara komunikasi mereka dalam penanganan Covid-19 ke masyarakat. Salah satu pekerjaan rumah adalah memastikan warga tak takut menjalani tes corona dan menganggap penyakit ini sebagai aib.

“Itu akan memperparah stigma baik ke tenaga kesehatan maupun orang lain, menularkan orang lain sampai sakit parah,” katanya.

Ia juga menilai, kebijakan PSBB transisi yang dilakukan DKI Jakarta Juni lalu sebenarnya terlalu dini dilakukan. Apalagi saat itu kasus tak benar-benar menurun secara signifikan. "Jadinya ada implikasi komunitas sosial dan politiknya karena ada waktu yang hilang saat PSBB pertama," ujar dia.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement