10 Pasal Krusial Tenaga Kerja di UU Ciptaker, Pekerja Asing hingga PHK

Ameidyo Daud Nasution
6 Oktober 2020, 15:37
omnibus law, cipta kerja, phk
ANTARA FOTO/Syaiful Arif//foc.
Puluhan buruh PT Sumber Graha Sejahtera (SGS) Jombang menggelar aksi unjuk rasa di Balai Latihan Kerja Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Selasa (28/7/2020). Aksi demo buruh itu menuntut pembayaran kekurangan Tunjangan Hari Raya (THR), pemotongan upah sebesar 30 persen serta menolak pemutusan hubungan kerja sepihak.

Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (5/10). Aturan sapu jagat yang berisi 905 halaman ini terdiri dari 174 Pasal dan termaktub dalam 15 Bab.

Salah satu yang jadi kontroversi dan menuai penolakan buruh adalah Bab Ketenagakerjaan. Beberapa ketentuan baru muncul dan diubah dari aturan sebelumnya di dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.

Beberapa perubahan yang terjadi adalah posisi tenaga kerja asing (TKA), libur kerja, pemberian pesangon, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).  Berikut sejumlah pasal dalam Bab Ketenagakerjaan yang diubah oleh Pemerintah dan dewan: 

1) Pasal 42 tentang Tenaga Kerja Asing

Pemerintah memperbolehkan tenaga kerja asing bagi posisi direksi atau komisaris. Selain itu, keran TKA terbuka bagi perusahaan rintisan (start up), vokasi, produksi yang terhenti karena keadaan darurat, kunjungan bisnis, dan penelitian.

Namun, pekerja asing hanya dapat bekerja di Indonesia untuk jangka waktu tertentu sesuai kompetensinya. Mereka juga tak boleh menduduki jabatan personalia.

2) Pasal 61 - Perjanjian Kerja Paruh Waktu (PKWT)

Dalam aturan baru, pengusaha wajib memberikan kompensasi kepada pekerja PKWT yang telah menyelesaikan waktu perjanjian kerjanya. Uang yang diberikan tersebut dihitung dengan masa kerja di perusahaan dan detailnya akan diatur lewat PP.

3) Pasal 66 - Pekerja Alih Daya

Pemerintah mensyaratkan hubungan perusahaan alih daya (outsourcing) dengan buruh didasarkan pada perjanjian kerja tertulis. Hal ini berlaku pada buruh PKWT maupun untuk waktu tidak tertentu. Perlindungan buruh outsourcing merupakan tanggung jawab perusahaan alih daya.

4) Pasal 77 - Jam Kerja

Pelaksanaan jam kerja bagi pekerja/buruh di perusahaan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.  Meski demikian, Pemerintah masih mewajibkan pemberi kerja memberlakukan jam kerja 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu. Ketentuan kedua adalah 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam sepekan.

5) Pasal 78 - Lembur

Pemerintah menambah waktu lembur yang bisa diambil pemberi kerja dari maksimal tiga jam sehari menjadi empat jam sehari. Sedangkan ketentuan mengenai upah lembur tak ada perubahan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...