Sejumlah Potensi Masalah dalam UU Cipta Kerja yang Jadi Sorotan Buruh

Ameidyo Daud Nasution
7 Oktober 2020, 20:43
buruh, omnibus law, cipta kerja
ANTARA FOTO/Fauzan/wsj.
Ratusan buruh berunjuk rasa di kawasan Jatiuwung, Kota Tangerang, Banten, Senin (5/10/2020). Dalam aksinya mereka menolak 'omnibus law' dan mengancam akan melakukan mogok kerja pada 6-8 Oktober 2020.

Buruh menjelaskan sejumlah alasan di balik penolakan mereka terhadap omnibus law Undang-undang Cipta Kerja. Bahkan mereka menyoroti 12 hal yang mungkin terjadi apabila aturan tersebut diberlakukan.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya mengatakan hal ini untuk menjawab tudingan bahwa 12 masalah ini adalah kebohongan alias hoaks. Sebelumnnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan ada potensi hoaks dari isu tersebut.

Said menjelaskan pertama yang mungkin terjadi adalah pesangon pekerja berkurang.  Ini lantaran dalam aturan tersebut, uang pesangon maksimal hanya dibayar 19 kali oleh pengusaha dan sisanya lewat Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Sebelumnya uang pisah kerja yang diberikan bisa mencapai 32 kali.

Bahkan Said menyoroti ketidakjelasan pembayaran beban pesangon lewat JKP karena hal tersebut tak diatur spesifik dalam aturan sapu jagat. “Tidak jelas JKP itu enam kali atau enam bulan,” kata Said dalam keterangan tertulis KSPI, Rabu (7/10).

Kedua, ketiadaan Upah Minimum Sektoral dalam UU Cipta Kerja dikhawatirkan memukul buruh otomotif dan pertambangan yang memiliki upah tinggi. Selain itu adanya penghitungan gaji berbasis Upah Minimum Provinsi menimbulkan kecurigaan para pekerja.

“Ini hanya alibi pemerintah menghilangkan upah minimum kabupaten/kotamadya (UMK)di daerah,” kata Said. Padahal yang diinginkan buruh adalah UMK dengan mengacu kebutuhan hidup layak (KHL).

Ketiga, perubahan Pasal 88 UU Ketenagakerjaan memungkinkan adanya pembayaran upah menjadi per jam bukan per bulan. Dalam UU Ketenagakerjaan, ada 11 faktor yang jadi basis penghitungan upah. Angkanya berkurang menjadi tujuh dalam UU Cipta Kerja.

Keempat, tak ada pemberian cuti panjang selama dua bulan bagi buruh yang bekerja enam tahun.  Padahal dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 79 Ayat (2), pemberian hak cuti ini diatur dengan jelas. “Buruh meminta agar cuti haid dan melahirkan tidak dipotong upahnya,” kata Said.

Kelima, Tak ada pembatasan dalam jenis pekerjaan yang bisa dikerjakan pekerja alih daya (outsourcing).. Padahal dalam Pasal 65 UU Ketenagakerjaan, outsourcing hanya dibatasi di lima jenis pekerjaan.

Padahal menurutnya di negara lain jumlah pekerjaan yang bisa digarap pekerja alih daya dibatasi oleh regulator.  Salah satunya di Prancis yang mematok 13 jenis profesi dengan karyawan outsource. “Bisa saja dengan disahkannya omnibus law, karyawan tetap tinggal 5%,” katanya.

Keenamomnibus law tak mengatur batasan durasi pekerja kontrak kontrak pekerja dilakukan. Hal ini membuka celah adanya perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang berlaku seumur hidup. “Kalau ini diterapkan, maka buruh tak memiliki harapan diangkat menjadi karyawan tetap,” kata Said.

Dalam Pasal 59 UU Cipta Kerja, tak ada durasi pasti pembatasan kerja oleh pekerja kontrak. Sedangkan di UU Ketenenagakerjaan, lama bekerja PKWT dibatasi paling lama 3 (tiga) tahun.

Ketujuh, dalam Pasal 154A UU Cipta Kerja ada potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa dengan mudah dilakukan dengan alasan efisiensi. Padahal Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan  karena pengetatan hanya bisa dijalankan kalau perusahaan tutup permanen.

“Dengan alasan ini bisa saja perusahaan melakukan PHK dengan alasan efisiensi meski sedang untung besar,” kata Said.

Kedelapan, ada potensi sulitnya buruh mendapatkan jaminan sosial bagi karyawan outsourcing dan karyawan kontrak. “Karena akan sulit bagi mereka bekerja hingga masa pensiun,” katanya. Dalam UU Cipta Kerja, jaminan sosial bagi dua jenis pekerjaan ini tak disebut spesifik.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...