Pemda Minta Penjelasan Pusat Soal Kewenangan Daerah Dalam UU Ciptaker
Kekhawatiran Undang-undang Cipta Kerja dapat memangkas kewenangan daerah datang dari Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI). Oleh sebab itu mereka meminta Pemerintah pusat memberikan penjelasan gamblang soal ini.
UU Cipta Kerja berisi 812 halaman telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (13/10). Salah satu isinya adalah pelaksanaan administrasi pemerintahan serta wewenang pusat-daerah dalam perizinan usaha.
“Daerah berharap penjelasan situasi UU agar tahu bagaimana daerah bersikap dan ambil peran,” kata Penasehat Khusus Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Ryaas Rasyid dalam sebuah diskusi virtual, Selasa (13/10).
Sebagai contoh, Ryaas mengatakan saat terjadi kebakaran hutan, bupati dan wali kota tidak memahami langkah yang harus diambil. Sebab, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan dalam bidang kehutanan.
Begitu pula saat terjadi pemboman ikan laut di pantai. "Apa tanggung jawab bupati? Dia sudah ditarik kewenangannya dari sektor kelautan sekian mil. Apa jadi penonton saja?" ujar dia.
Di kesempatan yang sama, Bupati Nias Sokhiatulo Laoli berharap tak ada lagi kebijakan yang menyulitkan kepala daerah. Dia mencontohkan saat ini pengurusan penggalian golongan C harus mendapatkan izin provinsi. Padahal menurutnya, pengawasan lebih efektif dilakukan di tingkat kabupaten. “Alhasil, semua yang melakukan usaha galian golongan C di Nias susah dikendalikan,” kata Laoli.
Sedangkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, UU Cipta Kerja tidak menarik kewenangan pemerintah daerah ke pusat. "Semua kewenangan tetap di daerah, namun disertai NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria)," kata Bahlil.
NSPK tersebut akan disusun oleh pemerintah pusat dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP). Adapun, penyusunan NSPK oleh pemerintah pusat bertujuan untuk mempercepat pemberian izin usaha yang selama ini kerap terhambat.
Nantinya, pemerintah daerah tetap memiliki kewenangan untuk menerbitkan izin usaha. Namun, NSPK akan membatasi proses penerbitan izin usaha maksimal 1,5 bulan. Lebih dari batas waktu tersebut, izin usaha akan terbit secara otomatis.
Dengan ketentuan tersebut, Bahlil menilai ada penyempitan ruang pertemuan antara pengusaha dan pejabat. Oleh karena itu, potensi korupsi antara pengusaha dan pejabat juga dapat dikurangi. "Karena biasanya pengusaha ada dua, bagaimana menyiasati aturan atau menaklukkan pejabat," ujar dia.
Sementara, proses perizinan usaha dapat diproses melalui sistem elektronik, yaitu Online Single Submission (OSS). Hal ini dilakukan lantaran pengusaha membutuhkan kemudahan, kepastian, efisiensi, dan kecepatan perizinan.
Pemerintah juga akan memperbarui OSS dengan versi terbaru yang menyesuaikan dengan aturan UU Cipta Kerja. Nantinya, BKPM juga akan melakukan sosialisasi kepada seluruh kabupaten/kota terkait sistem baru tersebut.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan tidak ada upaya resentralisasi pemerintah daerah ke pemerintah pusat. Selain itu, perizinan berusaha tetap dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai NSPK yang disusun pemerintah pusat.