Prediksi Jalan Terjal Gugatan Pasal-pasal UU Cipta Kerja di Hadapan MK

Ameidyo Daud Nasution
5 November 2020, 06:00
hukum, mahkamah konstitusi, uu cipta kerja
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (24/7/2020). MK menunda semua jadwal persidangan sementara waktu mulai Senin (27/7) untuk dilakukan sterilisasi guna mencegah penyebaran COVID-19.

Beberapa pihak sudah mulai mengajukan permohonan uji materil terhadap Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu yang telah mengirimkan dokumen gugatan adalah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pada Senin (2/11).

Dalam lampiran dokumen mereka, ada 57 aturan yang digugat secara materil ke MK. Secara umum. Buruh beralasan sejumlah aturan bertentangan dengan konstitusi dan berpotensi merugikan mereka. Meski demikian, pakar hukum memprediksi langkah pelapor untuk mendapatkan keputusan yang sesuai dengan keinginan akan sulit tercapai.

Hal tersebut disampaikan oleh pengajar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera Indonesia Bivitri Susanti dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PuSaKo) Universitas Andalas Feri Amsari. Bivitri mengatakan uji materil di MK adalah open legal policy atau kebijakan hukum terbuka untuk mengatur hal yang tak diatur dalam konstitusi.

Makanya argumentasi antara pelapor, pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diprediksi akan alot dan dinamis. “Pembuktian dalam sidang bisa sangat dinamis, makanya kalau dianalisis sekarang belum bisa,” kata Bivitri kepada Katadata.co.id, Rabu (4/11).

Salah satu yang diuji adalah Pasal 88C yang menyebut bahwa kepala daerah ‘dapat’ menetapkan upah minimum. Meski sepakat bahwa hal tersebut menjadi celah materil, namun pemohon harus bisa membuktikan aturan tersebut bertentangan dengan konstitusi. “Harus dijelaskan juga ada perbandingan ketika UU disahkan dan belum, kira-kira apa yang bisa terlihat,” kata Feri.

Pakar juga melihat ada jalan lain yang lebih bisa didahulukan ketimbang uji materil yakni uji formil terhadap UU ini. Apalagi menurut mereka, kesalahan sudah muncul dari proses legislasi hingga pengesahan di tingkat presiden.

Selain itu jika proses uji formil dikabulkan, seluruh UU Cipta Kerja bisa dibatalkan oleh hakim konstitusi. Berbeda dengan uji materil yang hanya membatalkan pasal-pasal tertentu saja. “Sedangkan kalau kalah baru bisa uji materil. Tidak salah, tapi kalau langsung uji materil ini kesannya terburu-buru,” kata Feri.

Meski demikian, Bivitri merasa celah formil dalam UU Cipta Kerja sudah terlihat. Hal ini mengingat Menteri Sekretaris Negara Pratikno sudah mengakui masih ada kesalahan teknis dalam UU tersebut.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...