Pengusaha Belum Dapat Pinjaman Murah Meski Bunga Acuan Rendah
Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan menjadi 3,75%. Namun, pengusaha mengeluhkan belum bisa mendapatkan akses pinjaman berbunga rendah di perbankan untuk memulai investasi.
Wakil Ketua Umum Kamar dan Dagang (Kadin) Indonesia bidang Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, suku bunga BI 7-day Reverse Repo Rate tidak banyak mempengaruhi suku bunga pinjaman. Bahkan, suku bunga pinjaman masih di atas 9%.
"Malahan yang dapat restrukturisasi cuma penundaan pembayaran bunga, tapi bukan penurunan bunga pinjaman. Sampai saat ini saja masih ada yang double digit," kata Shinta saat dihubungi Katadata.co.id, Kamis (26/11).
Hal ini pun membuat pengusaha enggan mengambil pinjaman ke perbankan. Di sisi lain, pelaku usaha juga memiliki kekhawatiran lain dalam melakukan ekspansi usaha. "Ini karena faktor Covid-19 dan permintaan yang belum bisa pulih," ujar pemilik Sintesa Group tersebut.
Setali tiga uang, pengusaha ritel juga menganggap penurunan bunga acuan tidak serta merta berdampak pada suku bunga pinjaman. Sebab, perlu proses bagi bank umum dan swasta dalam mengatur penurunan suku bunga.
Berdasarkan data uang beredar BI, rata-rata bunga kredit perbankan pada akhir September 2020 mencapai 9,85%, turun dibandingkan akhir 2018 sebesar 10,8%. "Biasanya ada proses, bisa satu triwulan ke depan baru ada penyesuaian itu," ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey saat dihubungi.
Pengusaha pun berharap, penyesuaian suku bunga pinjaman dapat berlangsung lebih cepat agar pengusaha tidak perlu menunggu hingga tiga bulan mendatang. Dengan demikian, restrukturisasi kredit dapat dilakukan serta beban bunga pinjaman akan menurun.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi bunga kredit, yakni biaya dana, biaya administrasi, dan premi risiko kredit. Pada faktor pertama, penurunan suku bunga yang dilakukan BI telah mendorong suku bunga pasar uang dan biaya dana perbankan.
Faktor kedua atau biaya administrasi, menurut Perry, seharusnya juga menurun seiring aktivitas perbankan yang lebih dilakukan secara digital selama pandemi Covid-19.