Vaksin Merah Putih UI Masuk Tahap Terakhir Sebelum Uji Klinis
Sejumlah perguruan tinggi ikut serta dalam pengembangan vaksin Merah Putih, salah satunya Universitas Indonesia (UI). Tim dari UI mengatakan saat ini pengembangan vaksin Covid-19 dengan platform DNA tersebut tengah memasuki tahap stabilitas dan efisiensi produksi.
Sedangkan beberapa bulan lalu mereka telah masuk tahap percobaan imunitas pada hewan. Total, ada delapan tahap dalam pengembangan vaksin yaitu perancangan dan konstruksi DNA rekombinan, ekspresi RNA/antigen, imunitas pada hewan coba, stabilitas dan efisiensi produksi, uji pre-klinik, uji klinik tahap I, uji klinik tahap II, dan uji klinik tahap III.
"Saat ini kami masuk pada stabilitas dan efisiensi produksi. Jadi bagaimana membuat produksi lebih tinggi dan efisien," kata Peneliti Utama Tim Pengembangan Vaksin Covid-19 UI, Budiman Bela dalam webinar Tantangan dan Kebijakan Pengembangan Vaksin Merah Putih untuk Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19, Jumat, (22/1).
Para peneliti pun tidak mengkhawatirkan adanya masalah dalam proses stabilitas produksi tersebut. Setelah proses tersebut selesai, vaksin platform DNA akan memasuki tahap uji pre klinik.
Selain DNA, UI juga mengembangkan vaksin Merah Putih dengan platform lainnya seperti RNA, Protein Subunit Rekombinan, dan Virus-Like Particle (VLP). Namun, hanya vaksin DNA yang memiliki perkembangan pesat.
Sedangkan, tiga platform vaksin lainnya masih memasuki tahap pengembangan paling awal, yaitu perancangan dan konstruksi DNA rekombinan.
Meski begitu, vaksin platform RNA diperkirakan bakal memasuki tahap kedua dalam waktu dekat, yaitu ekspresi RNA/antigen. "Sementara vaksin protein subunit rekombinan dan VLP masih butuh waktu," ujar Budiman.
Adapun, setiap platform vaksin memiliki keunggulan dan kelemahan. Budiman menjelaskan Vaksin platform DNA memiliki keunggulan pengembangan yang mudah dan cepat dilakukan. Selain itu, biaya produksinya relatif rendah dan stabil pada suhu 2-8 derajat Celsius.
Sementara, vaksin RNA memiliki teknologi produksi relatif lebih rumit dibanding DNA. Namun, platform ini diyakini lebih aman dari vaksin DNA dan memiliki efikasi yang baik.
"Belum ada bukti bahwa vaksin DNA bisa terintegrasi dengan kromosom karena tubuh memiliki mekanisme merusak benda asing yang masuk ke dalam sel," ujar dia.
Sedangkan, platform protein subunit rekombinan dan VLP relatif sulit mendapatkan master cell bank yang menghasilkan antigen secara stabil dengan produksi tinggi. Kemudian, dua platform terebut memerlukan biaya yang tinggi. "Namun bukan berati hal ini tidak bisa dicapai, sedang diupayakan oleh tim UI," kata Budiman.
Dalam kesempatan tersebut, Budiman jug menyampaikan bahwa RI masih menghadapi tantangan dalam mengembangkan vaksin. Beberapa adalah industri farmasi belum memiliki pengalaman dalam produksi vaksin platform RNA dan DNA.
Selain itu, pengetahuan dan cara produksi vaksin sel mamalia hanya dimiliki oleh dua industri vaksin di Indonesia, yaitu PT Bio Farma dan PT Ethana. Tantangan lainnya, peralatan produksi vaksin belum sepenuhnya tersedia di Indonesia.
Budiman berharap adanya dukungan dari pemerintah, swasta, dan pengusaha pada investasi vaksin. Selain itu, perlu penyusunan proposal pengembangan sistem tata kelola dan pengadaan peralatan vaksin.
Sedangkan Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman merupakan instansi yang kemungkinan paling cepat mengembangkan bibit vaksin Merah Putih.
"Diperkirakan bisa menghasilkan bibit vaksin dan menyerahkannya ke PT Bio Farma Maret 2021," kata Bambang, Senin (18/1) dikutip dari Antara.