Urgensi Merevisi Sejumlah Pasal Karet UU ITE Lewat Prolegnas 2021

Ameidyo Daud Nasution
24 Februari 2021, 21:10
dpr, uu ite, hukum
ANTARA FOTO/Feny Selly
Peserta aksi menunjukkan poster dan kotak donasi pada aksi Tolak Eksekusi Baiq Nuril Maknun di Taman Kamabang Iwak Palembang, Minggu (18/11/2018). Kasus Baik Nuril merupakan salah kasus kontroversial yang melibatkan UU ITE.

Wacana revisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terus bergulir sejak disampaikan Presiden Joko Widodo dua pekan lalu. Bahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sampai membuat tim khusus untuk mengkaji hal ini.

Suara serupa juga muncul dari Senayan. Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan revisi UU ITE layak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2021. Ini lantaran adanya indikasi tafsir hukum karet dalam Pasal yang ada dalam aturan tersebut.

Advertisement

Tak hanya itu, polemik hukum terkait kebebasan berpendapat dan belum baiknya literasi digital masyarakat menambah gaduh yang ditimbulkan UU ITE. Selain itu, penerapan pasal oleh aparat belum tepat dan berdampak secara sosial.

"Gaduhnya karena UU ITE banyak digunakan oleh masyarakat untuk saling lapor ke kepolisian dan mengakibatkan banyak orang yang sebenarnya merupakan korban justru dilaporkan," ujar Azis, Selasa (23/2) dikutip dari Antara.

Secara khusus, Azis menganggap dua Pasal yakni Pasal 27 ayat 1 dan 3 serta Pasal 28 ayat 2 dapat memicu polemik. selain teori hukum, perlu adanya pemahaman empat bidang lain yakni teknologi, telekomunikasi, informasi, dan komunikasi dalam memahami pasal-pasal tersebut.

Pasal 27 ayat 1 menyebutkan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan".

Pasal 27 ayat 3 menyebutkan bahwa setiap dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Terakhir, Pasal 28 ayat 2 yang menyebutkan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Seperti Azis, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar juga menyoroti Pasal 27 ayat 3 dan 28 ayat 2 hingga Pasal 40. Pasal 27 memicu pemidanaan semua ujaran oleh orang yang dianggap korban.

Pasal 28 disebutnya kerap digunakan untuk membungkam kritik dan hak mengemukakan pendapat. Padahal sedianya beleid ini berfungsi sebagai penangkal propaganda kebencian dan konflik SARA.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement