Sejumlah Kritik ICW Terhadap Vonis Ringan Eks Sekretaris MA Nurhadi

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah menjatuhkan vonis enam tahun penjara kepada mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Rabu (11/3). Putusan ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) yakni 12 tahun bui.
Vonis ini juga menuai kritik dari Indonesia Corruption Watch (ICW) lantaran dianggap terlalu ringan dan berpihak kepada terdakwa. Selain itu ICW khawatir putusan pengadilan ini bisa membuat para mafia peradilan tak jera menjalankan aksinya.
“Semestinya dengan kejahatan yang dilakukan, sangat layak divonis penjara seumur hidup," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Katadata.co.id, Jumat (12/3).
Kurnia menyampaikan beberapa alasan Nurhadi perlu mendapatkan sanksi berat. Pertama, kejahatan dilakukan saat yang bersangkutan menjabat sebagai pejabat tinggi lembaga kekuasaan kehakiman. “Tentu suap yang dilakukan akan meruntuhkan wibawa MA dengan sendirinya,” kata dia.
Kedua, Nurhadi tidak kooperatif saat menjalani proses hukum. Hal tersebut terlihat sejak ia melarikan diri bahkan sempat terlibat dalam insiden pemukulan rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal ketiga adalah Nurhadi tak mengakui korupsi yang dilakukan meski kenyataan berbeda terlihat dalam fakta persidangan. “Ia diduga menerima miliaran rupiah dari Hiendra Soenjoto,” kata Kurnia.
Selain itu ICW memandang aneh pertimbangan meringankan yang disampaikan oleh hakim. Saat membacakan vonis, Anggota Majelis Hakim Sukartono menjadikan faktor jasa Nurhadi selama menjabat di MA sebagai salah satu hal yang meringankan hukuman.
“Namun pertimbangan aneh seperti ini telah menjadi hal biasa dalam persidangan,” kata Kurnia.
KPK saat ini memang telah mengajukan banding atas vonis Nurhadi. Namun, ICW menyarankan komisi antirasuah juga menerbitkan dua surat penyelidikan terhadap dugaan pidana pencucian uang dan terkait obstruction of justice (menghalangi proses penyidikan).
“Terutama bagi pihak yang selama ini melindungi Nurhadi saat ia melarikan diri,” ujar Kurnia.
Sebelumnya, Nurhadi dan menantunya yang bernama Rezky Herbiyono sama-sama divonis enam tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider kurungan tiga bulan. Ia divonis lantaran terbukti menerima suap Rp 35,7 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak senilai Rp 13,7 miliar.
Atas keputusan tersebut maka JPU KPK langsung menyatakan banding. JPU Wawan Yunarwanto mengatakan selain rendahnya vonis, tak adanya hukuman tambahan uang pengganti juga jadi pertimbangan mereka mengajukan banding.
“Kami bebankan terdakwa membayar uang pengganti Rp 83 miliar namun hakim tidak mengabulkan,” kata Wawan, Rabu (11/3) dikutip dari Antara.
Adapun Majleis hakim yang terdiri dati Saifuddin, Sukartono dan Duta Baskara menilai selain jasa kepada MA, terdakwa belum pernah dihukum dan punya tanggungan keluarga. “Terdakwa satu (Nurhadi) berjasa pada pengembangan kemajuan MA,” kata Sukartono. Atas putusan ini, Nurhadi dan Rezky menyatakan pikir-pikir.
Reporter: Antara