Tunda Vaksin AstraZeneca, Menkes Khawatir Kedaluwarsa Akhir Mei
Pemerintah menunda vaksinasi Covid-19 buatan AstraZeneca lantaran ada isu efek samping dari vaksin tersebut. Hal itu membuat tenggat kedaluwarsa serum kekebalan tersebut dalam kondisi kritis.
Sebagaimana diketahui, beberapa negara di Eropa seperti Belanda, Norwegia dan Denmark telah menangguhkan penggunaan vaksin tersebut usai muncul efek samping pembekuan darah. Sedangkan Austria berhenti menggunakan vaksin dari AstraZeneca minggu lalu saat menyelidiki kematian akibat gangguan pembekuan darah.
"Yang critical sebenarnya AstraZeneca karena vaksin sudah datang. Biasanya (masa kedaluwarsa) ada yang 6 bulan sampai 1 tahun, tapi itu expiry date-nya akhir Mei," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (15/3).
Budi mengatakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih meneliti keamanan dari vaksin AstraZeneca. Selain itu, sejumlah otoritas pengawas obat di Inggris dan Eropa juga belum memberikan konfirmasi penyebab pembekuan darah tersebut.
"Mereka sampai sekarang belum konfirmasi apakah (pembekuan darah) korelasinya karena vaksin atau tidak," ujar dia.
Meski begitu, Budi menerima informasi bahwa otoritas pengawas obat di London menyebutkan pembekuan darah bukan terjadi akibat vaksin AstraZeneca. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun masih menunggu konfirmasi resmi dari WHO.
"Mudah-mudahan dalam waktu singkat bisa keluar (konfirmasi WHO) karena betul, AstraZeneca ada expiry period di akhir Mei," kata Budi.
Penerima vaksin AstraZeneca harus disuntik sebanyak dua kali dengan masa jeda sembilan sampai 12 minggu dari penyuntikan pertama. Masa jeda ini lebih lama dari vaksin Sinovac yang hanya membutuhkan waktu selama 21-28 hari dari vaksinasi pertama.
Pemerintah juga telah merencanakan 1,7 juta vaksin AstraZeneca yang telah tiba di Tanah Air digunakan untuk vaksinasi tahap pertama. Sementara, vaksinasi tahap kedua akan menggunakan 3 juta dosis yang tiba pada 22 Maret mendatang.
Sementara, AstraZeneca Plc membantah vaksin virus corona yang dikembangkannya menimbulkan risiko pembekuan darah. Pernyataan ini berdasarkan kajian data terkait keamanan orang yang telah menggunakan vaksin yang dikembangkan bersama Universitas Oxford tersebut.
"Tidak ada bukti peningkatan risiko emboli paru, trombosis vena dalam atau trombositopenia, dalam usia tertentu. kelompok, jenis kelamin, kelompok atau di negara tertentu, ” demikian dalam keterangan resmi perusahaan seperti dilansir dari Reuters pada Senin (15/3).