Waktu yang Semakin Sempit Bagi Jokowi Untuk Pulihkan Ekonomi RI
- Jokowi yakin 2021 menjadi titik awal kebangkitan RI usai dihajar Covid-19
- Langkah Presiden memulihkan ekonomi bisa terkendala manuver politik jelang 2024
- Survei menyatakan hanya 62,9 persen masyarakat puas atas kinerja Jokowi
Optimisme perbaikan ekonomi usai dihantam pandemi Covid-19 terus disampaikan Presiden Joko Widodo. Bahkan Jokowi yakin 2021 adalah titik balik berbagai masalah lantaran situasi corona mulai mereda.
Membaiknya aspek kesehatan membuat pemerintah siap menyalakan mesin ekonomi usai tahun lalu minus 2,07 persen. Oleh sebab itu Presiden meminta seluruh pemangku kepentingan dapat kompak bekerja sama agar kebijakan pemulihan saat ini terealisasi dengan baik.
“Ekonomi Indonesia diproyeksikan kembali pulih 4 sampai 5,5 persen di 2021 didorong peningkatan konsumsi, investasi, dan ekspor,” kata Jokowi dalam pidatonya yang dibacakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Indonesia Data and Economic Conference 2021 Katadata featuring DBS Asian Insights Conference 2021, Senin (22/3).
Beberapa peluru yang disiapkan pemerintah antara lain kemudahan investasi dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan turunannya. Selain itu mereka juga membentuk Indonesia Investment Authority (INA) sebagai lembaga alternatif pembiayaan jangka panjang untuk pembangunan infrastruktur.
Aturan sapu jagat tersebut diharapkan menjadi jembatan reformasi struktural dalam jangka panjang. Selain itu, regulasi tersebut juga membantu mengurangi dampak Covid-19, terutama bagi mereka yang terkena dampak pandemi pada sektor lapangan kerja.
Sementara, aturan turunan UU Cipta Kerja juga mengatur Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) berbasis risiko. Proses perizinan usaha bisa dilakukan melalui sistem Online Single Submission (OSS). "Reformasi diharapkan menjadi mudah, cepat, sederhana, dan transparan," demikian pernyataan Jokowi.
Meski demikian, pakar mengatakan waktu Jokowi untuk membenahi kondisi RI tidak panjang. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan mantan Wali Kota Solo tersebut hanya memiliki kesempatan memulihkan ekonomi hingga akhir 2022.
Ini karena memasuki 2023, partai politik akan fokus kepada Pemilihan Umum 2024. Dikhawatirkan, kebijakan pemerintah yang dianggap tak popular akan mental lantaran partai sedang sibuk mencari popularitas.
Bila berhasil, pemulihan tersebut akan berdampak banyak mulai dari memulihkan ekonomi hingga memuluskan konsolidasi politik. Namun sebaliknya, jika situasi tak berubah maka langkah Jokowi semakin berat. “Karena dugaan saya partai politik akan jaga jarak dengan Presiden," kata Burhan.
Bekal sebenarnya sudah ada, Jokowi berhasil menggolkan UU Cipta Kerja dengan kekuatan politik yang solid. Aturan sapu jagat tersebut tetap tembus di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena 85 persen partai merupakan koalisi Jokowi.
"Itu kebijakan yang tak populer, tapi karena diputuskan sekarang masih lumayan karena Pemilu masih tiga tahun lagi," katanya.
Sedangkan ekonom dari Fakultas ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 hampir dipastikan lebih baik dari 2020. Dia memprediksi skenario optimis pertumbuhan mencapai 5,6 persen dan pesimis hanya 3,6 persen.
Yang jadi masalah, bagaimana Jokowi mempertahankan mesin ekonomi bekerja usai kondisi 2021 membaik. Apalagi pemerintah perlu terus menggelontorkan anggaran sebagai ongkos memacu jalannya perekonomian.
“Meski dari sisi ongkos mahal karena insentif fiskal membuat defisit melebar, itu harus dilakukan atau tidak mencapai sasaran pertumbuhan,” kata Fithra.
Pulihkan Kepercayaan Publik
Kerja ini perlu cepat dilakukan pemerintah mengingat banyaknya masyarakat yang terdampak pandemi. Apalagi berdasarkan survei Indikator, sebanyak 61 persen responden mengatakan kondisi ekonomi saat ini masih buruk.
Tak pelak lagi, kondisi ini juga berdampak kepada tingkat kepuasan atas kerja Presiden. Dari survei Indikator Februari lalu, jumlah responden yang menyatakan puas akan kerja Jokowi sebanyak 62,9 persen, terendah sejak 2016.
“Kondisi ini menjadi moment of truth penanganan Covid-19 baik kesehatan maupun ekonomi,” kata Burhan.
Baik Burhan maupun Fithra mengatakan salah satu langkah yang bisa dipercepat demi memulihkan kepercayaan publik sekaligus ekonomi adalah memacu vaksinasi. Dengan adanya kekebalan kelompok, maka otomatis ekonomi akan terdorong lagi. “Harus push sampai satu juta dosis, atau kita kehilangan momentum,” kata Fithra.
Sedangkan dari segi kebijakan, pemerintah hanya perlu memastikan implementasi UU Cipta Kerja berjalan maksimal demi menggaet investasi. “Tidak ada yang perlu disahkan lagi kecuali PP (turunan), kerja kerasnya sudah di 2020,” kata Fithra.
Adapun Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir memperkirakan pelaksanaan UU Cipta Kerja akan memberikan dampak pada kemudahan pada investasi mulai triwulan III dan IV 2021.
Namun dampak tersebut juga bergantung pada implementasi sistem Online Single Submission (OSS) yang sedang disiapkan pemerintah. Adapun, kesiapan sistem perizinan terpadu tersebut diperkirakan selesai pada Juni atau Juli mendatang.
"Ini akan mulai dirasakan secara signifikan di triwulan III dan IV," kata Iskandar.
Tak hanya itu, pemerintah akan mendorong sisi konsumsi kelompok masyarakat bawah dengan bantuan sosial. Di sisi korporasi, pemerintah memberikan penjaminan bunga pinjaman baik itu untuk perusahaan besar maupun UMKM.
Secara total, pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 699 triliun. “Ini termasuk untuk penanganan aspek kesehatan,” ujar Iskandar.