Pemerintah Diminta Teliti dan Memilah Unsur Perdata dalam Kasus BLBI

Rizky Alika
15 April 2021, 06:00
BLBI, hukum, KPK, korupsi
TEMPO/ Bernard Chaniago
Eks tersangka kasus BLBI Sjamsul Nursalim saat datang ke gedung Bundar Kejaksaan Agung untuk menjalani pemeriksaan, Jakarta, 9 April 2001. Pemerintah membentuk Satgas untuk mengejar aset hak tagih BLBI secara perdata.

Pemerintah memutuskan untuk mengejar kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) secara perdata. Namun, pakar berharap pemerintah tak memukul rata pengusutan kasus tersebut dari sudut pandang perdata saja.

Dekan Fakultas Hukum Universtas Pakuan Yenti Garnasih meminta pemerintah untuk memilah kasus yang masih dalam ranah pidana. Apalagi kasus ini tak hanya terkait mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung, Sjamsul Nursalim, dan Itjih Nursalim.

Advertisement

"Jangan putusannya Temenggung, langsung otomatis semuanya kasus BLBI tidak ada kasus (pidana) lagi . Terlalu buru-buru menyatakan itu," kata Yenti saat dihubungi Katadata.co.id, Rabu (14/4).

Apalagi menurutnya Syafruddin hanya dinyatakan lepas dari tuntutan pidana alias ontslag van alle rechtsvervolging. Ini dapat diartikan yang bersangkutan tetap salah meski sekarang masuk ranah perdata.

Oleh sebab itu Yenti meminta pemerintah lebih jeli lagi dalam melihat kasus ini. Apalagi kasus BLBI melibatkan banyak orang. "Jadi bukan otomatis semua rontok (kasusnya)," kata dia.

Selain itu, ia juga berharap pemerintah juga menggunakan perspektif pidana dalam memandang kasus ini. Apalagi ini terkait uang triliunan yang bertahun-tahun hilang.

Selain itu Yenti menilai Satuan Tugas sulit bekerja efektif dalam mengejar aset hak tagih BLBI yang mencapai hampir Rp 110 triliun. Apalagi aset tersebut kemungkinan telah berpindah tangan atau beralih ke luar negeri. 

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement