Kabar Kejanggalan Tes Kebangsaan Pegawai KPK yang Memicu Kritik

Rizky Alika
5 Mei 2021, 11:58
Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) bersama Irjen Kemenkeu Sumiyati (kiri) dan Dirjen Pajak Suryo Utomo (kanan) bersiap memulai konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (4/5/2021). KPK menetapkan Angin Prayitno Aji dan lima orang lainnya seb
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.
Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) bersama Irjen Kemenkeu Sumiyati (kiri) dan Dirjen Pajak Suryo Utomo (kanan) bersiap memulai konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (4/5/2021). KPK menetapkan Angin Prayitno Aji dan lima orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017 di Direktorat Jenderal Pajak.

Sejumlah kritik bermunculan usai beberapa pegawai hingga penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan tak lolos tes wawasan kebangsaan untuk alih status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).  

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas Feri Amsari yang mengatakan ketentuan tes sebenarnya tak diatur dalam Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019. Ujian ini merupakan kehendak pimpinan KPK lewat peraturan komisi.

"Sehingga secara administrasi menjadi bermasalah," kata Feri dalam keterangannya, Selasa (4/5) seperti dikutip dari Antara.

 Tak hanya itu, ia telah mendapatkan informasi substansi pertanyaan yang dinilai janggal. Salah satunya pertanyaan terkait Front Pembela Islam (FPI) dan pendapat pegawai terkait program pemerintah. 

Hal ini disebutnya mengada-ada lantaran pegawai secara etik tak boleh berurusan dengan perdebatan politik. "Mereka juga tidak boleh menunjukkan  dukungan karena bisa saja program terkait korupsi," kata Feri.

Sedangkan Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, ketidaklulusan sejumlah pegawai itu merupakan wajah buruk komisi antirasuah di bawah komando Firli Bahuri. Ini lantaran Komisioner KPK turut mengesahkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 yang memasukkan asesmen tes wawasan kebangsaan.

"Ketidaklulusan sejumlah pegawai dalam tes wawasan kebangsaan telah dirancang sejak awal sebagai episode akhir untuk menghabisi dan membunuh KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana seperti dikutip dari keterangannya, Rabu (5/5). 

Kurnia mengatakan revisi UU KPK serta pengangkatan komisioner yang kontroversial telah melemahkan upaya pemberantasan korupsi."Alih-alih memperkuat, yang terlihat justru skenario untuk mengeluarkan KPK dari gelanggang pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya.

Sementara, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, mengatakan tes wawasan kebangsaan tidak boleh dijadikan dalih untuk menyingkirkan pegawai yang memiliki pandangan politik berbeda dari pemerintah. Sebab, upaya itu sama saja dengan mundur ke era pra-reformasi, tepatnya pada 1990.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika, Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...