Khawatir Komersialisasi, Buruh Minta Vaksin Gotong Royong Digratiskan

Rizky Alika
21 Mei 2021, 14:44
buruh, vaksin, covid-19, gotong royong
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.
Tenaga medis menyuntikkan vaksin kepada buruh dan pekerja di Jakarta, Selasa (4/5/2021). KSPI meminta pemerintah menggratiskan vaksinasi Gotong Royong karena khawatir komersialisasi.

Vaksinasi Covid-19 mandiri atau Gotong Royong tengah digelar untuk karyawan dan keluarga karyawan perusahaan. Namun, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak komersialisasi vaksin tersebut serta meminta pemberian vaksin gratis untuk buruh.

Sebagaimana diketahui, program vaksinasi Gotong Royong menggunakan vaksin berbayar. Biaya vaksin akan ditanggung oleh perusahaan tanpa dilakukan pemungutan biaya atau pemotongan gaji kepada karyawan.

"Program vaksinisasi berbayar yang dikenal dengan nama vaksin Gotong Royong, sekalipun biaya vaksinasi dibayar oleh pengusaha, dikhawatirkan akan terjadi komersialisasi vaksin," kata Presiden KSPI Said Iqbal seperti dikutip dari keterangan pers, Jumat (21/5).

 Di sisi lain, kemampuan keuangan setiap perusahaan dinilai berbeda. Ia memperkirakan, jumlah perusahaan menengah ke atas yang mampu membayar vaksin tidak lebih dari 10% dari total perusahaan di Indonesia. Ini artinya, hanya 20% dari total jumlah pekerja di seluruh Indonesia yang perusahaannya mampu membayar vaksin gotong rotong tersebut.

Oleh sebab itu Said menyarankan pemerintah untuk menaikkan nilai pajak badan perusahaan (PPH 25). Tujuannya, menambah dana vaksinasi untuk buruh dari 5% anggaran kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Terlebih, perusahaan masih menghadapi risiko ledakan pemutusan hubungan kerja, pengurangan upah buruh, dan resesi ekonomi. Oleh karenanya, biaya vaksin Gotong Royong diperkirakan memberatkan perusahaan.

“Maka ujung-ujungnya akan keluar kebijakan pemerintah bahwa setiap pekerja buruh harus membayar sendiri biaya vaksin gotong royong," ujar dia.

Menurutnya, setiap transaksi jual beli dalam proses ekonomi berpotensi menyebabkan terjadinya komersialisasi oleh produsen dan pemerintah sebagai pembuat regulasi. Said mengkhawatirkan, buruh akan membayar vaksin ke depannya.

Kondisi tersebut telah terjadi pada program tes Covid-19. Awalnya, pemerintah menggratiskan tes cepat (rapid test). Namun, belakangan rapid test tersebut kemudian dikenakan harga yang memberatkan buruh.

Said juga mengatakan hal serupa terjadi di perusahaan. Awalnya, pengusaha menggratiskan rapid test bagi buruh di tempat kerja masing-masing, namun setelahnya ada buruh yang harus menanggung biaya tes secara mandiri.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, jumlah buruh formal sekitar 56,4 juta orang. Sedangkan buruh informal sekitar 75 juta orang. Dengan demikian, total jumlah buruh di Indonesia sekitar 130 juta orang.

Sebagaimana diketahui, harga vaksin gotong royong buatan Sinopharm ditetapkan Rp 321.660 per dosis. Sementara, tarif pelayanan vaksinasi sebesar Rp 117.910 per dosis. Jika dijumlahkan total harga sekali penyuntikan Rp 439.570 atau berkisar Rp 800 ribu untuk 2 kali penyuntikan.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...