ICW Soroti Potensi Konflik Kepentingan Pada Penetapan Harga Tes PCR

Rizky Alika
20 Agustus 2021, 19:31
tes pcr, covid-19, icw
ANTARA FOTO/FB Anggoro/wsj.
Tenaga kesehatan berpakaian pelindung diri mengambil spesimen lendir warga yang membayar untuk tes Polymerase Chain Reaction (PCR) di Poli Pinere, RSUD Arifin Achmad, Kota Pekanbaru, Riau, Jumat (5/6/2020). RSUD Arifin Achmad sudah melayani 56 orang untuk tes PCR berbayar sejak layanan dibuka 21 Mei lalu, yang dikhususkan untuk orang yang punya keperluan mendesak untuk pergi keluar daerah, dengan tarif Rp1,7 juta.

Pemerintah telah menurunkan batas atas harga tes Polymerase Chain Reaction (PCR) Covid-19 sebesar 45%. Namun, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai ada potensi konflik kepentingan pada penetapan harga tes PCR tersebut.

Sebagaimana diketahui, Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2845/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan PCR ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir. Begitu pula dengan aturan lama harga tes PCR sebesar Rp 900 ribu ditetapkan oleh orang yang sama.

Peneliti ICW Wana Alamsyah mengatakan di lain sisi, Abdul Kadir juga menjabat sebagai Komisaris Utama di PT Kimia Farma Tbk. Oleh sebab itu ia menganggap hal tersebut jadi potensi konflik kepentingan.

"Kita tahu Kimia Farma juga melayani pemeriksaan PCR. Bagaimana mungkin seseorang yang menetapkan tarif PCR juga menduduki posisi Komisaris Utama?" kata Wana dalam konferensi pers virtual, Jumat (20/8).

 Adapun, penetapan harga tes PCR sebesar Rp 900 ribu ditetapkan pada 5 Oktober 2020. Selanjutnya, Kemenkes baru menurunkan harga tes PCR pada 16 Agustus 2021.

Wana mengatakan penurunan harga PCR baru dilakukan selang 10 bulan kemudian lantaran ada keengganan evaluasi harga karena kebijakan ditetapkan oleh orang yang menyediakan jasa. Terlebih, potensi penerimaan dari tes PCR sangat besar.

"Ketika ada potensi konflik kepentingan, tidak ada upaya pemerintah. Ada kecenderungan normalisasi konflik kepentingan," ujar dia.

Jabatan Abdul Kadir itu diduga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Pasal 17 UU 25/2009 berbunyi pelaksana dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah.

Dalam aturan baru, harga pemeriksaan PCR diubah menjadi Rp 495 ribu untuk wilayah Jawa-Bali dan Rp 525 ribu di luar Jawa-Bali. Dengan demikian, ada selisih harga lama dan harga baru tes PCR sebesar Rp 405 ribu.

ICW pun memperhitungkan potensi keuntungan penyedia jasa PCR. Selama periode Oktober 2020-Agustus 2021, potensi yang diraup penyedia jasa PCR mencapai Rp 10,46 triliun.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...