Kenaikan Harga BBM dan LPG Jadi Momentum RI Pindah ke Energi Bersih
Kenaikan harga sejumlah komoditas energi fosil saat ini dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk menggenjot target bauran energi terbarukan (EBT). Pasalnya, bauran EBT RI saat ini baru mencapai 11,7% dari target 23% di 2025.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto mengatakan pemerintah terus mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan energi bersih. Hal ini seiring dengan adanya kenaikan harga komoditas di sektor energi seperti bahan bakar minyak (BBM) dan liquefied petroleum gas (LPG) non subsidi.
Djoko mengatakan, masyarakat yang sebelumnya bergantung dengan LPG untuk kebutuhan memasak dapat beralih menggunakan kompor listrik. Apalagi, pasokan listrik PLN saat ini dalam kondisi kelebihan pasokan.
Selain itu, kondisi ini juga dapat dimanfaatkan pemerintah dalam mendorong perpindahan penggunaan kendaraan bermotor jenis BBM ke listrik. Apalagi 60% BBM di pulau Jawa saat ini paling banyak dikonsumsi oleh kendaraan bermotor.
"Ini momentum yang tepat untuk beralih ke kendaraan listrik dan juga menggunakan kompor listrik. Lebih bersih dan lebih murah ini jadi momentum," katanya.
Untuk diketahui, pemerintah terus mendorong program konversi kompor induksi listrik sebagai upaya untuk mengurangi konsumsi LPG karena 80% dari kebutuhan nasional berasal dari impor. Belum lagi beban subsidi yang besar untuk LPG 3 kg untuk masyarakat miskin.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo sebelumnya mengatakan bahwa program konversi kompor listrik merupakan strategi transisi energi nasional dari berbasis pada impor menuju pasokan domestik.
“Listrik Indonesia saat ini mengalami over supply (kelebihan pasokan). Tahun ini ada sekitar 6,7 gigawatt (GW). Ini energi berlebih dari sumber listrik batu bara, gas, termasuk EBT (energi baru terbarukan) yang diproduksi secara domestik. Tentu saja ini harus dihitung betul,” ujarnya Senin (14/2).
Dia mengatakan bahwa impor LPG pada 2020 mencapai Rp 37 triliun, kemudian meningkat menjadi Rp 51 triliun pada 2021. Impor diprediksi bisa mencapai Rp 67,8 triliun pada 2024.
Sedangkan subsidi LPG pada 2020 mencapai Rp 50,6 triliun, naik menjadi Rp 56,8 triliun pada 2021. Tahun ini subsidi diperkirakan Rp 61 triliun dan naik menjadi Rp 71,5 triliun pada 2024.
“Kalau berbicara mengenai basis kalori, LPG biaya pengadaannya Rp 13.500 per kilogram. 1 kg LPG itu setara 7 kilowatt jam (kWh) listrik yang biayanya Rp 10.250. Jadi lebih murah Rp 3.250,” ujarnya.