DPR dan Pertamina Akan Bahas Kenaikan Harga Pertamax Awal April

Muhamad Fajar Riyandanu
24 Maret 2022, 19:59
pertamax, dpr, esdm, eprtamina
ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/foc.
Petugas mengisi BBM jenis Pertamax di Pertashop (Pertamina Shop) Desa Mambalan, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Minggu (28/3/2021).

Melambungnya harga minyak dunia membuat PT Pertamina (Persero) harus menyesuaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan perusahaan minyak pelat merah itu akan membahas harga BBM awal bulan depan.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno mengatakan pertemuan ini merupakan agenda yang mendesak. Pasalnya, terjadi selisih harga yang sangat lebar dari harga jual dengan harga keekonomian.

Di Pulau Jawa, Pertamax masih dijual dengan harga Rp 9.000 per liter, padahal harga keekonomianya ada di angka Rp. 14.526 per liter.  “Pertemuan selambat-lambatnya minggu pertama bulan April dengan jadwal yang sudah disepakati,” kata Eddy saat dihubungi via sambungan telepon pada Kamis (24/3), sore.  

Eddy mengatakan penentuan harga jual Pertamax idealnya diserahkan ke mekanisme pasar karena statusnya yang masuk kategori BBM non subsidi. Ia menyebut, saat ini Pertamina Patra Niaga sudah rugi menjual Pertamax.

Adapun cara untuk menutupi kerugian tersebut adalah dengan kompensasi dari Pemerintah. “Jebol itu cash flow mereka (Pertamina). Jadi, jangan ditahan-tahan. Jebol nanti ini APBN." kata Eddy.

Pertemuan pada bulan April itu juga akan membahas disparitas harga antara solar subsidi dengan solar non subisidi. Di pasaran, harga solar subsidi mencapai Rp 5.150 per liter, sementara harga non subsidi mencapai Rp 11.000-an per liter.

Selisih harga ini membuat peralihan komsumen dari solar non subsidi ke solar non subsidi. “Konsumsinya mendadak meningkat. Karena ekonomi mulai bergerak," kata Eddy.

Pertemuan tersebut juga akan membahas pengawasan terhadap distribusi BBM bersubsidi agar tepat sasaran. Adapun pengawasan akan dilakukan kepada operator SPBU agar mereka tak memberikan BBM Subsidi kepada truk-truk industri.

“Harus ada koordinasi antara Pertamina, BPH Migas, Dirjen Migas, dan pihak Kepolisian untuk mengawasi itu." kata Eddy.

 

Sebelumnya Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyarankan Pertamina untuk menaikkan harga Pertamax lantaran harga keekonomiannya sudah mencapai Rp 14.256 per liter. Jika tak dilakukan, BUMN tersebut bisa saja mengalami kerugian.

"Sepanjang 2021 saja, selisih harga jual Pertamax dengan keekonomian mencapai Rp 2.000 hingga Rp 2500 per liter. Belum lagi, konsumsi Pertamax saat ini mencapai 14% dari total komsumsi BBM secara nasional," ujar Mamit kepada Katadata.co.id, Rabu (23/3). 

Pertamina juga mencatatkan selisih harga yang cukup besar antara harga jual dan keekonomian Pertalite yakni Rp 3.000 per liter.  "Beban Pertamina sangat berat tahun ini karena tingginya harga minyak dunia,” ujar Mamit.

Meski harga naik, Mamit yakin harga Pertamax masih akan lebih murah dibandingkan operator swasta lainnya yang menjual BBM sejenis. Apalagi, Pertamina kerap melakukan promosi potongan harga sebesar Rp 300 per liter jika pembelian dilakukan dengan aplikasi My Pertamina.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...