Sri Mulyani Peringatkan Risiko Baru Ekonomi saat RI Masuk Endemi 2023
Penanganan pandemi diperkirakan bisa semakin membaik pada tahun depan sehingga Indonesia akan transisi menjadi endemi. Pemerintah tidak lagi memasukkan anggaran Covid-19 sebagai kebutuhan prioritas dalam belanja kesehatan.
Seiring optimisme terhadap dimulainya transisi menuju endemi, Sri Mulyani menyebut penyusunan anggaran kesehatan tahun depan akan berfokus pada kebutuhan non Covid-19. Adapun anggaran kesehatan non Covid-19 akan ditingkatkan dari Rp 139 triliun tahun ini menjadi Rp 155 triliun tahun depan.
"Ini akan menjadi salah satu hal yang diharap akan mengurangi beban terhadap masyarakat dan perekonomian," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keterangan pers usai Rapat Terbatas Rancangan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Pagu Indikatif APBN 2022, Kamis (14/4).
Anggaran kesehatan tahun depan juga akan naik 81% menjadi Rp 312 triliun. Adapun program reformasi kesehatan yang direncanakan akan berupa pemberian jaminan kesehatan nasional, peningkatan kesiapsiagaan kesehatan, pembangunan sarana dan prasarana kesehatan, peningkatan pelayanan kesehatan, hingga mengatasi stunting dan tuberkulosis.
Meski mulai transisi menuju endemi, perekonomian tahun depan bukan tanpa tantangan. Dampak perang antara Rusia dan Ukraina akan terasa tahun depan dengan kenaikan harga pangan global.
Selain itu tekanan di pasar keuangan terjadi karena bank sentral negara maju memperketat moneternya demi meredam inflasi. Beberapa bank sentral utama seperti di The Fed di Amerika Serikat sudah mengumumkan kenaikan bunga pertamanya pada bulan lalu dan kemungkinan langkah lebih agresif ke depannya.
Bank sentral Inggris sudah lebih dulu menaikkan bunga, begitu pla bank sentral Kanada juga baru saja mengumumkan kenaikan bunga pertamanya. Pengetatan moneter juga kemungkinan dilakukan Bank Sentral Eropa (ECB).
"Pengetatan kebijakan moneter baik dari sisi likuiditas maupun suku bunga yang kemudian menyebabkan volatilitas arus modal dan nilai tukar," kata Sri Mulyani.
Dampak perang terhadap perekonomian global bahkan sudah mulai terlihat pada tahun ini. Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperingatkan perekonomian dunia akan turun 1,08% dari proyeksi awal karena dampak perang. Selain itu, inflasi dunia diperkirakan akan naik 2,5 poin persentasi karena perang.
"Kondisi ini tentu akan menimbulkan dampak yang sangat rumit. Di berbagai belahan dunia sudah mengalami tekanan bahkan krisis pangan karena kenaikan harga komoditas," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga memasukkan berbagai dinamika tersebut sebagai pertimbangan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan. Pengetatan moneter sebagai respon atas inflasi akan mempengaruhi beban bunga dan cicilan utang yang harus dibayar pemerintah.
Apalagi, pemerintah tahun depan sudah tidak boleh defisit lebih dari 3%. Sri Mulyani berharap penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) tahun depan akan diturunkan secara bertahap dan dilakukan secara hati-hati.
"Karenanya, dalam kebijakan fiskal 2023 akan terus difokuskan kepada program-program prioritas seperti pembangunan kualitas SDM, infrastruktur, reformasi birokrasi, revitalisasi industri dan mendukung pertumbuhan ekonomi hijau," kata Sri Mulyani.